Saturday 30 April 2016

SKRIIPSI KONSEP BIMBINGAN KONSELING



BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Konsep Bimbingan dan Konseling
1.      Pengertian Bimbingan dan Konseling
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Bimbingan adalah petunjuk (penjelasan) cara mengerjakan sesuatu; tuntunan sedangkan konseling adalah pemberian bimbingan oleh yang ahli kepada seseorang dengan menggunakan metode psikologis dsb; pengarahan; pemberian bantuan oleh konselor kepada konseli sedemikian rupa sehingga pemahaman terhadap kemampuan diri sendiri meningkat dalam memecahkan berbagai masalah; penyuluhan.[1]
Bimbingan dan konseling terjemahan dari bahasa Inggris Guidance and Counseling. Kata “Guidance” berasal dari kata kerja to guide yang berarti memimpin, menunjukkan, atau membimbing ke jalan yang baik. Jadi kata “Guidance” dapat berarti pemberian pengarahan, pemberian petunjuk kepada seseorang. Sedangkan “Counseling” berasal dari kata kerja to counsel yang berarti menasehati, atau menganjurkan kepada seseorang secara face to face. Jadi “Counseling” dapat diartikan pemberiakn anjuran kepada seseorang secara face to face.[2]
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu dalam hal memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan, memilih, menentukan dan menyesuaikan rencana sesuai dengan konsep dirinya dan tuntutan lingkungan berdasarkan norma-norma yang berlaku.[3]
Bimbingan memiliki makna sebagai berikut :
1.      Bimbingan merupakan suatu proses yang berkesinambungan bukan kegiatan yang seketika atau kebetulan. Bimbingan merupakan serangkaian kegiatan yang sistematis dan berencana yang terarah kepada pencapaian tujuan.
2.      Bimbingan merupakan “helping”, yang identik dengan “aiding”, “assisting”, atau “availing”, yang berarti bantuan dari pertolongan.
3.      Individu yang dibantu adalah individu yang sedang berkembang dengan segala keunikannya.[4]
Bimbingan merupakan suatu proses yang berkesinambungan, sehingga bantuan itu diberikan secara sistematis, berencana, terus menerus dan terarah kepada tujuan tertentu .dengan demikian bimbingan bukanlah kegiatan yang dilakukan sevara kebetulan,incidental atau sewaktu-waktu. Sedangkan konseling merupakan salah satu teknik dalam pelayanan bimbingan di mana proses pemberian bantuan itu berlansung dan tatap muka antara duru pembimbing dengan klien, dengan tujuan agar klien itu mampu memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap dirinya.[5]
Maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan bisa diartikan sebagai proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Sedangkan konseling dapat diartikan sebagai salah satu teknik dalam bimbingan yang diberikan oleh seorang konselor kepada klien yang mempunyai masalah psikologis, sosial, maupun moral, dengan berbagai cara psikologis, agar klien tersebut dapat mengatasi masalahnya tersebut.[6]
Konseling adalah suatu pertalian timbal balik antara dua orang individu dimana yang seorang (counselee), supaya ia dapat lebih baik memahami dirinya dalam hubungan dengan masalah-masalah hidup yang dihadapinya pada waktu itu dan pada waktu yang akan datang.[7]
Dalam arti luas, counseling adalah segala ikhtiar pengaruh phsychologis yang dapat diadakan terhadap sesama manusia. Dalam arti yang sesungguhnya counseling merupakan suatu hubungan yang sengaja diadakan dengan manusia lain, dengan maksud agar dengan berbagai cara phsychologis kita dapat mempengaruhi berbagai faktor kepribadiannya sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh sesuatu effect tertentu.[8]
Maka dapat disimpulkan bahwa konseling adalah usaha membantu konseli atau klien dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus yang dihadapinya dan berujung pada pemecahan masalah tersebut.
Bimbingan konseling adalah sebuah layanan yang berorientasi pada siswa. Bimbingan konseling berusaha memahami keberadaan dan kebutuhan siswa, serta membantu siswa dalam memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
Berikut ini adalah beberapa pendapat mengenai pengertian Bimbingan dan Konseling dari beberapa pakar atau ahli:
Bimbingan dan konseling adalah suatu proses pemberian bantuan individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapat latihan khusus untuk itu, dengan tujuan agar individu dapat memahami dirinya, lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan rakyat.[9]
Bimbingan dan konseling merupakan proses bantuan atau pertolongan yang diberikan pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar konseli memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya sendiri. Atau proses pemberian bantuan atau pertolongan yang sistematis dari pembimbing (konselor) kepada konseli (siswa) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya untuk mengungkap masalah konseli sehingga konseli mampu melihat masalah sendiri, mampu menerima dirinya sendiri sesuai dengan potensinya, dan mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya.[10]
Jika diambil benang merah antara bimbingan (guidance) dan konseling (counseling), maka bisa dikatakan bahwa masing-masing mempunyai peranan yang khas namun saling melengkapi satu sama lain. Bimbingan lebih bersifat membantu secara preventif (menentukan langkah atau mengambil keputusan ke depan untuk menghindari munculnya masalah atau problem), sedangkan konseling merupakan bantuan yang lebih bersifat represif (mengupayakan solusi setelah mengalami masalah atau problem).

2.      Jenis Bimbingan dan Konseling
Menurut jenisnya, bimbingan dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
1.      Bimbingan pendidikan, adalah usaha bimbingan yang ditujukan kepada siswa untuk mengatasi kesulitan dalam bidang pendidikan. Bentuk bimbingan pendidikan ini misalnya menyediakan informasi mengenai jurusan, informasi mengenai kelanjutan studi, menyelenggarakan layanan orientasi kepada siswa baru, dan sebagainya.
2.      Bimbingan belajar, adalah usaha bimbingan kepada siswa untuk mengatasi kesulitan dalam bidang belajar. Bentuk bimbingan belajar misalnya membentuk kelompok belajar, memberikan informasi cara mengatur jadwal belajar, cara memusatkan perhatian belajar, memberikan informasi tentang pola belajar, dan sebagainya.
3.      Bimbingan pribadi, adalah usaha bimbingan yang ditujukan kepada siswa dalam usahanya mengatasi kesulitan pribadi. Bentuk bimbingan ini misalnya memberikan konseling, role playing, psikodrama, informasi cara bergaul, dan sebagainya.
4.      Bimbingan sosial, adalah usaha bimbingan yang bertujuan membantu siswa mengatasi kesulitannya dalam bidang sosial. Bentuk bimbingan ini misalnya informasi cara berorganisasi, cara bergaul agar disenangi kelompok, cara-cara mendapatkan biaya sekolah tanpa harus mengorbankan belajar, dan sebagainya.
5.      Bimbingan pekerjaan, adalah usaha bimbingan dalam membantu siswa untuk mengatasi kesulitan dalam bidang pekerjaan, karya wisata ke pabrik, ke perusahaan, cara melamar pekerjaan, cara memilih dan menentukan pekerjaan dan sebagainya.[11]

Untuk memenuhi fungsi dan tujuan bimbingan perlu dilaksanakan berbagai kegiatan layanan bantuan. Beberapa jenis layanan bantuan bimbingan itu diantaranya adalah sebagai berikut:
a.       Pelayanan pengumpulan data tentang siswa dan lingkungannya.
b.      Konseling. Layanan ini memfasilitasi siswa untuk memperoleh bantuan pribadi secara langsung.
c.       Penyajian informasi dan penempatan. Penyajian informasi dalam arti menyajikan keterangan (informasi) tentang berbagai aspek kehidupan yang diperlukan individu.
d.      Penilaian dan penelitian. Layanan ini dilaksanakan untuk mengetahui tujuan program bimbingan apa saja yang telah dilaksanakan dapat dicapai.[12]

Jenis bimbingan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1.      Bimbingan Pendidikan (Educational Guidance)
Bantuan yang diberikan kepada anak dalam bimbingan pendidikan dapat berupa informasi pendidikan, cara belajar yang efektif, pemilihan jurusan, lanjutan sekolah, mengatasi masalah belajar, mengembangkan kemampuan dan kesanggupan secara optimal dalam pendidikan atau membantu agar para siswa dapat sukses dalam belajar dan mampu menyesuaikan diri terhadap semua tuntutan sekolah.
2.      Bimbingan Pekerjaan
Bimbingan pekerjaan atau bimbingan karir sebagai proses bantuan kepada individu agar memperoleh pemahaman diri dan dunia kerja agar ia mampu mengarahkan diri ke suatu bidang kehidupan yang sesuai dan selaras dengan dirinya dan masyarakat.
3.      Bimbingan Pribadi
Bimbingan pribadi memberikan bantuan kepada siswa untuk mengembangkan hidup pribadinya, seperti motivasi, persepsi tentang diri, gaya hidup, perkembangan nilai-nilai moral/agama dan sosial dalam diri, kemampuan mengerti dan menerima orang lain, serta membantunya untuk memecahkan masalah-masalah pribadi yan ditemuinya.[13]

Berdasarkan dari penjelasan diatas mengenai jenis-jenis bimbingan dan konseling, maka dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis bimbingan dan konselin terdiri dari bimbingan pendidikan, bimbingan belajar, bimbingan pribadi, bimbingan sosial, dan bimbingan pekerjaan.

3.      Tujuan Bimbingan dan Konseling
Tujuan bimbingan dan konseling adalah agar klien : pertama, memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap dirinya. Kedua, mengarahkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya kea rah yang tingkat perkembangan yang optimal. Ketiga, mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya. Keempat, mempunyai wawasan yang lebih realistis serta penerimaan yang objektif tentang dirinya. Kelima, dapat menyesuaikan diri secara lebih efektif baik terhadap dirinya sendiri maupun lingkungannya sehingga memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya. Keenam, mencapai taraf aktualisasi diri sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Ketujuh, terhindar dari gejala-gejala kecemasan dan perilaku salah suai.[14]
Tujuan umum bimbingan dan konseling adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi), serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. Adapun tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan penjabaran tujuan utama tersebut yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami oleh individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahannya itu.[15]
Tujuan bimbingan yang merupakan penjabaran dari tujuan umum lebih banyak dirumuskan dalam definisi bimbingan, antara lain bimbingan dinyatakan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu tersebut :
1.      Mengerti dirinya dan lingkungannya.
2.      Mampu memilih, memutuskan dan merencanakan hidupnya secara bijaksana baik dalam bidang pendidikan, pekerjaan dan sosial-pribadi.
3.      Mengembangkan kemampuan dan kesanggupannya secara maksimal.
4.      Memecahkan masalah yang dihadapi secara bijaksana.
5.      Mengelola aktivitas kehidupannya, mengembangkan sudut pandangnya dan mengambil keputusan serta mempertanggungjawabkannya.
6.      Memahami dan mengarahkan diri dalam bertindak serta bersikap sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungannya.[16]
Berdasarkan dari beberapa penjelasan mengenai tujuan bimbingan konseling diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan bimbingan konseling adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan yang dimilikinya seperti kemampuan dasar dan bakat, berbagai latar belakang yang ada seperti latar belakang keluarga, pendidikan, dan status sosial ekonomi.

4.      Prinsip Bimbingan dan Konseling
Secara umum, prinsip-prinsip bimbingan dan konseling diantaranya adalah :
1)      Bimbingan berpusat pada individu yang dibimbing.
2)      Individu yang dibimbing diharapkan dapat mengarahkan dirinya dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang dihadapi.
3)      Masing-masing individu mempunyai perbedaan, dengan demikian pembimbing perlu memahaminya.
4)      Bimbingan hubungan dengan sikap dan tingkah laku individu.
5)      Bimbingan diadakan untuk pengembangan pribadi.
6)      Bimbingan dimulai untuk identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh individu yang dibimbing.
7)      Pemberian bimbingan harus fleksibel sesuai dengan kebutuhan individu dan masyarakat.
8)      Program bimbingan haru sesuai dengan program pendidikan.
9)      Program bimbingan harus dipimpin oleh petugas yang ahli dan dapat bekerja sama dengan pihak sekolah dan pihak lain.
10)  Pelaksanaan bimbingan perlu penilaian secara teratur.[17]
Sedangkan prinsip-prinsip konseling secara umum diantaranya adalah :
1)      Bimbingan harus berpusat pada individu yang dibimbingnya.
2)      Bimbingan diarahkan kepada memberikan bantuan agar individu yang dibimbing mampu mengarahkan dirinya dan menghadapi kesulitan dalam hidupnya.
3)      Pemberian bantuan disesuaikan dengan kebutuhan individu (siswa) yang dibimbing.
4)      Bimbingan berkenaan dengan sikap dan tingkah laku individu.
5)      Pelaksanaan bimbingan dan konseling dimulai dengan mengidentifikasi kebutuhan yang dirasakan individu yang dibimbing.[18]
Berikut adalah 12 prinsip bimbingan :
1.      Bimbingan dan konseling dimaksudkan untuk anak-anak, orang dewasa, dan orang-orang yang sudah tua.
2.      Tiap aspek daripada kepribadian seseorang menentukan tingkah laku oran gitu.
3.      Usaha-usaha bimbingan dalam prinsipnya harus menyeluruh ke semua orang karena semua orang mempunyai berbagai masalah yang butuh pertolongan.
4.      Berhubungan dengan prinsip kedua, maka semua guru di sekolah seharusnya menjadi pembimbing karena semua murid juga membutuhkan bimbingan.
5.      Sebaiknya semua usaha pendidikan adalah bimbingan sehingga alat-alat dan teknik mengajar juga sebaiknya mengandung.
6.      Dalam memberikan suatu bimbingan harus diingat bahwa semua orang meskipun sama dalam kebanyakan sifat-sifatnya.
7.      Supaya bimbingan dapat berhasil dengan baik dibutuhkan pengertian yang mendalam mengenai orang dibimbing.
8.      Harus diiingat bahwa pergejolakan-pergejolakan sosial, ekonomi dan politik dapat menyebabkan timbulnya tingkah laku yang sukar atau penyesuaian yang salah (maladjustment)..
9.      Bagi anak-anak haruslah kita ingat bahwa sikap orang tua dan suasana rumah sangat mempengaruhi tingkah laku mereka.
10.  Fungsi daripada bimbingan ialah menolong orang supaya berani dan dapat memikul tanggung jawab sendiri dalam mengatasi kesukaran yang dialaminya, yang hasilnya dapat berupa kemajuan daripada keseluruhan pribadi orang yang bersangkutan.
11.  Usaha bimbingan harus bersifat lincah (flexible) sesuai dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat serta kebutuhan individual.
12.  Berhasil atau tidakknya sesuatu bimbingan sebagian besar tergantung kepada orang yang minta tolong itu sendiri, pada kesediaan dan kesanggupan dan proses-proses yang terjadi dalam diri orang itu sendiri.[19]
Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya ialah berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan, penyelenggaraan pelayanan.

5.      Fungsi Bimbingan dan Konseling
Secara umum layanan bimbingan dan konseling mempunyai fungsi sebagai fasilitator baik bagi individu maupun lembaga, dalam arti bahwa bimbingan dan konseling berfungsi sebagai mempermudah bagi individu dalam mencapai kehidupan yang bahagia dan sejahtera baik di dunia maupun akhirat; dan bimbingan dan konseling sebagai permudah bagi lembaga dalam upaya pencapaian tujuan yang ingin dicapai dari lembaga tersebut didirikan.
Fungsi-fungsi bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut :
a.       Fungsi menyalurkan, ialah fungsi bimbingan dalam hal membantu siswa untuk memilih jurusan sekolah, jenis sekolah sambungan, ataupun lapagan kerja, sesuai dengan cita-cita, minat dan bakat dan cirri-ciri kepribadiannya yang lain.
b.      Fungsi mengadaptasikan, ialah fungsi bimbingan dalam hal membantu petugas-petugas di sekolah, khususnya guru untuk mengadaptasikan program kepada minat, kemampuan, dan kebutuhan siswa.
c.       Fungsi menyesuaikan, ialah fungsi bimbingan dalam rangka membantu siswa untuk memperoleh penyesuaian pribadi dan memperoleh kemajuan dalam perkembangannya secara optimal.[20]
Dalam hubungan ini bimbingan dan konseling berfungsi sebagai pemberi layanan kepada peserta didik agar masing-masing peserta didik dapat berkembang secara optimal sehingga menjadi pribadi yang utuh dan mandiri. Oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui kegiatan bimbingan dan konseling. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi pengentasan, fungsi pemeliharaan, dan pengembangan dan fungsi advokasi. Uraian berikut ini akan menjelaskan makna masing-masing fungsi bimbingan dan konseling tersebut.
1.      Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik.
2.      Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul yang akan dapat mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan, kerugian-kerugian tertentu dalam proses perkembangannya.
3.      Fungsi pengentasan, melalui fungsi pengentasan ini pelayanan bimbingan dan konseling akan menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh peserta didik.
4.      Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, adalah fungsi bimbingan dan konseling yang menghasilkan terpeliharanya dan terkembangkannya berbagai potensi peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara terarah, mantap dan berkelanjutan.
5.      Fungsi advokasi, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan teradvokasi atau pembelaan terhadap peserta didik dalam rangka upaya pengembangan seluruh potensi secara optimal.[21]
Ada tiga fungsi bimbingan dan konseling, yaitu:
a.       Fungsi penyaluran ( distributif )
Fungsi penyaluran ialah fungsi bimbingan dalam membantu menyalurkan siswa-siswa dalam memilih program-program pendidikan yang ada di sekolah, memilih jurusan sekolah, memilih jenis sekolah sambungan ataupun lapangan kerja yang sesuai dengan bakat, minat, cita-cita dan ciri- ciri kepribadiannya. Di samping itu fungsi ini meliputi pula bantuan untuk memiliki kegiatan-kegiatan di sekolah antara lain membantu menempatkan anak dalam kelompok belajar, dan lain-lain.
b.      Fungsi penyesuaian ( adjustif )
Fungsi penyesuaian ialah fungsi bimbingan dalam membantu siswa untuk memperoleh penyesuaian pribadi yang sehat. Dalam berbagai teknik bimbingan khususnya dalam teknik konseling, siswa dibantu menghadapi dan memecahkan masalah-masalah dan kesulitan-kesulitannya. Fungsi ini juga membantu siswa dalam usaha mengembangkan dirinya secara optimal.
c.       Fungsi adaptasi ( adaptif )
Fungsi adaptasi ialah fungsi bimbingan dalam rangka membantu staf sekolah khususnya guru dalam mengadaptasikan program pengajaran dengan ciri khusus dan kebutuhan pribadi siswa-siswa. Dalam fungsi ini pembimbing menyampaikan data tentang ciri-ciri, kebutuhan minat dan kemampuan serta kesulitan-kesulitan siswa kepada guru. Dengan data ini guru berusaha untuk merencanakan pengalaman belajar bagi para siswanya. Sehingga para siswa memperoleh pengalaman belajar yang sesuai dengan bakat, cita-cita, kebutuhan dan minat.[22]
Dari beberapa fungsi bimbingan konseling diatas, maka dapat disimpulkan fungsi bimbingan konseling, menurut Tim Dosen PPB FIP UNY terdiri dari fungsi penyaluran, fungsi mengadaptasikan dan fungsi menyesuaikan. Sedangkan menurut Hallen, fungsi bimbingan dan konseling terdiri dari fungsi pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi pengentasan, fungsi pemeliharaan, dan fungsi advokasi. Dan menurut Sugiyo, dkk, bimbingan dan konseling terdiri dari fungsi penyaluran (distributif), fungsi penyesuaian (adhustif), fungsi adaptasi (adaptif).

6.      Kriteria Guru Bimbingan dan Konseling,
Kualitas pribadi konselor merupakan faktor yang sangat penting dalam konseling, disamping faktor pengetahuan tentang dinamika perilaku dan keterampilan teraperutik atau konseling.
Seorang pembimbing harus memenuhi syarat-syarat berikut :
1)      Seorang guru BK atau pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas, baik segia teori maupun segi praktik.
2)      Dalam segi psikologik, seorang pembimbing dapat mengambil tindakan yang bijaksana.
3)      Seorang pembimbing harus sehat fisik maupun psikisinya.
4)      Seorang pembimbing harus mempunyi sikap kecintaan terhadap pekerjaannya dan juga terhadap anak atau individu yang dihadapinya.
5)      Seorang pembimbing harus mempunyai inisiatif yang cukup baik.
6)      Karena bidang gerak dari pembimbing tidak hanya terbatas pada sekolah saja, pembimbing harus supel, ramah-tamah, sopan-santun di dalam segala perbuatannya.
7)      Seorang pembimbing diharapkan mempunyai sifat-sifat yang dapat menjalani prinsip-prinsip serta kode-kode etik dalam bimbingan dan penyuluhan dengan sebaik-baiknya.[23]
Kriteria atau persyaratan yang harus dimiliki oleh seorang guru konselor diantaranya adalah :
a.       Memiliki sifat/akhlak yang baik, setidak-tidaknya sesuai ukuran klien;
b.      Bertawakal, mendasarkan sesuatu atas nama Allah;
c.       Sabar, utamanya tahan menghadapi klien yang menentang keinginan untuk diberikan bantuan;
d.      Tidak emosional, artinya tidak mudah terbawa emosi dan dapat mengatasi emosi diri sendiri dan klien;
e.       Retorika yang baik, mengatasi keraguan klien dan dapat meyakinkan bahwa ia dapat memberikan bantuan;
f.       Dapat membedakan tingkah laku klien yang berimplikasi terhadap hukum wajib, sunnah, mubah, makruh, haram terhadap perlunya taubat atau tidak.[24]
Supaya pembimbing dapat menjalankan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya, maka pembimbing harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:
a.       Seorang pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas, baik sei teori maupun segi praktik.
b.      Di dalam segi psikologis, seorang pembimbing akan dapat mengambil tindakan yang bijaksana jika pembimbing telah cukup dewasa secara psikologis.
c.       Seorang pembimbing harus sehat jasmani maupun psikisnya.
d.      Seorang pembimbing harus mempunyai kecintaan terhadap pekerjaannya dan juga terhadap anak atau individu yang dihadapinya.
e.       Seorang pembimbing harus mempunyai inisiatif yang baik sehingga dapat diharapkan usaha bimbingan dan konseling berkembang ke arah keadaan yang lebih sempurna demi untuk kemajuan sekolah.
f.       Karena bidang gerak dari pembimbing tidak terbatas pada sekolah saja, maka seorang pembimbing harus supel, ramah tamah, sopan santun di dalam segala perbuatannya.
g.      Seorang pembimbing diharapkan mempunyai sifat-sifat yang dapat menjalankan prinsip-prinsip serta kode etik bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya.[25]
Dari penjelasan diatas mengenai kriteria seorang guru bimbingan dan konseling, maka dapat disimpulkan bahwa, kriteria seorang guru bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut : memahami diri sendiri dan klien, kompeten, sehat psikis, dapat dipercaya, bersikap hangat, pendengar yang baik, sabar, dan peka.



7.      Peranan Guru Bimbingan dan Konseling
Implementasi kegiatan BK dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi sangat menentukan keberhasilan proses belajar-mengajar. Oleh karena itu peranan guru kelas dalam pelaksanaan kegiatan BK sangat penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan.
Ada sembilan peran guru dalam kegiatan BK, yaitu:
a.       Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
b.      Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
c.       Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses belajar-mengajar.
d.      Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
e.       Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar-mengajar.
f.       Transmitter, guru bertindak selaku penyebar kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
g.      Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
h.      Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
i.        Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.[26]
Peranan guru dalam bimbingan itu meliputi : (a) mengembangkan iklim kelas sehat, (b) mengarahkan belajar yang efektif, (c) menemukan potensi kelemahan siswa, (d) penyuluhan tidak resmi, (e) menyajikan informasi pendidikan dan jabatan, (f) mendorong pertumbuhan siswa, (g) melakukan pelayanan rujukan, (h) melaksanakan bimbingan kelompok di kelas, (i) memperlakukan siswa secara manusiawi, (j) melengkapi upaya penyuluh, (k) menyelenggarakan pelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa, (l) mengarahkan kebiasaan belajar yang baik, (m) menilai hasil belajar secara keseluruhan dan berkesinambungan, (n) melakukan perbaikan pengajaran perbaikan, (o) mempersiapkan pembicaraan kasus, (p) bekerja sama dalam membantu siswa, (q) mengikuti kebijaksanaan sekolah dalam pelayanan bimbingan.[27]
Guru adalah adalah tokoh kunci dalam kegiatan-kegiatan bimbingan yang sebenarnya di dalam kelas. Guru selalu berada dalam hubungan yang erat dengan murid. Ia banyak mempunyai kesempatan untuk mempelajari murid, mengawasi tingkah laku dan kegiatannya, dan –apabila ia teliti serta menaruh perhatian- ia akan dapat mengetahui sifat-sifat murid, kebutuhannya, minatnya, masalah-masalahnya, dan titik kelemahan serta kekuatannya.[28]
Dari beberapa penjelasan diatas mengenai peranan guru bimbingan konseling maka dapat disimpulkan bahawa guru bimbingan dan konseling/konselor memiliki tugas, tanggungjawab, wewenang dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik. Tugas guru bimbingan dan konseling/konselor terkait dengan pengembangan diri peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, dan kepribadian peserta didik.

8.      Kode Etik Bimbingan dan Konseling
Untuk menjadi konselor professional tidak cukup hanya memiliki ilmu, keterampilan, dan kepribadian belaka, akan tetapi harus pula memahami dan mengaplikasikan kode etik konseling (KEK). Pada saat ini konselor se-dunia menggunakan KEK dari lembaga yang bernama American Counselor Association (ACA). Berikut ini beberapa aspek penting KEK dari ACA terutama untuk memantapkan hubungan konseling:
1.      Mengenal Hubungan Konseling
Hubungan konseling amat menentukan terhadap keberhasilan proses konseling. Hubungan konseling ditentukan kepribadian, pengetahuan, dan skill konselor. Dengan kata lain, tanggung jawab utama konselor adalah kesejahteraan klien.
2.      Menghormati Perbedaan (Respecting Diversity)
(a)    Nondiskriminasi
Konselor tidak boleh membeda-bedakan klien tentang agama, ras, warna kulit, usia, jabatan, derajat, jenis kelamin, status perkawinan dan sebagainya.
(b)   Menghormati Perbedaan
Disamping non diskriminasi, konselor harus pula menghormati perbedaannya dengan klien dalam hal beda budaya, ras, agama, status sosial ekonomi, dan politik. Dan yang terpenting dalam hal kepercayaan dan atau agama.
3.      Menghormati Hak-Hak Klien
Ada dua hak klien yang penting dalam hubungan konseling, pertama, keterbukaan konselor terhadap klien; kedua, kebebasan klien untuk memilih.
Yang dimaksud dengan kode etik ialah ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh siapa saja yang berkecimpung dalam bidang bimbingan dan konseling demi untuk kebaikan. Dengan adanya kode etik di dalam bimbingan dan konseling dimaksudkan agar bimbingan dan konseling tetap dalam keadaan baik dan diharapkan akan menjadi semakin baik. Berikut beberapa kode etik bimbingan konseling :
1)      Pembimbing atau pejabat lain yang memegang jabatan dalam bidang bimbingan dan konseling harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.
2)      Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada keahliannya atau wewenangnya. Karena itu pembimbing jangan sampai mencampuri wewenang serta tanggung jawab yang bukan wewenang serta tanggung jawabnya.
3)      Oleh karena pekerjaan pembimbing berhubungan langsung dengan kehidupan pribadi orang maka seorang pembimbing harus :
1.      Dapat memegang teguh atau menyimpan rahasia klien dengan sebaik-baiknya.
2.      Menunjukkan rasa hormat kepada klien.
3.      Menghargai sama terhadap bermacam-macam klien. Jadi di dalam menghadapi klien pembimbing harus menghadapi klien dalam derajat yang sama.
4)      Pembimbing tidak diperkenankan :
1.      Menggunakan tenaga pembantu yang tidak ahli atau tidak terlatih.
2.      Menggunakan alat-alat yang kurang dapat dipertanggungjawabkan.
3.      Mengambil tindakan-tindakan yang mungkin akan menimbulkan hal-hal yang tidak baik bagi klien.
4.      Mengalihkan klien kepada konselor lain tanpa persetujuan klien.
5)      Meminta bantuan kepada ahli dalam bidang lain di luar kemampuan atau di luar keahliannya ataupun di luar keahlian stafnya yang diperlukan dalam bimbingan dan konseling.[29]

Beberapa kode etik bimbingan dan konseling sebagai berikut :
1)      Kerahasiaan, masksudnya ialah pembimbing harus dapat merahasiakan segala isi pembicaraannya dengan klien sehubungan dengan masalah klien tersebut.
2)      Kesukarelaan, maskudnya ialah proses bimbingan itu berlangsung harus atas dasar kesukarelaan antara kedua belah pihak. Klien rela masalahnya dipecahkan/diselesaikan berarti tidak merasa terpaksa untuk datang dan mengemukakan masalahnya serta segala informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kemudian juga pembimbing harus dengan rasa tidak terpaksa untuk membantu klien tersebut. Hendaknya pembimbing merasa terpanggil untuk melaksanakan bimbingan serta konseling umumnya, dan membantu kilen khususnya.
3)      Keahlian, ialah usaha pelayanan bimbingan dan konseling perlu dilakukan dengan teratur, sistematis dan dengan mempergunakan teknik serta alat yang memadai.
4)      Normatif, maksudnya ialah usaha pemberian bantuan ituharus didasarkan pada norma-norma yang berlaku dimana bimbingan itu dilaksanakan atau tidak boleh lagi bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
5)      Alih tangan, ialah pembimbing dalam usahanya membantu kliennya jangan sampai pada tingkat kemampuannya yang tinggi (semampunya).
6)      Atas kegunaan, maksudnya ialah jangan menggunakan sesuatu sehubungan dengan pelayanan bimbingan dan konseling kalau tidak ada gunanya.[30]
Dari beberapa penjelasan diatas mengenai kode etik bimbingan konseling diatas maka dapat disimpulkan bahwa kode etik profesi konseling meliputi hal-hal yang bersangkut paut dengan kompetensi yang dimiliki, kewenangan dan kewajiban tenaga profesi konseling, serta cara-cara pelaksanaan layanan yang dilakukan dalam kegiatan profesi. Ruang lingkup dan materi kode etik profesi konseling diadopsi dari kode etik konseling ABKIN yang diberlakukan.

9.      Langkah-Langkah Bimbingan dan Konseling
Dalam memberikan bimbingan, terdapat langkah-langkah sebagai berikut :
1.      Langkah identifikasi anak
2.      Langkah diagnosis
3.      Langkah langkah prognosis
4.      Langkah terapi
5.      Langkah evaluasi dan follow up[31]
Proses konseling akan menempuh beberapa langkah, yaitu :
a.       Menentukan masalah
Menentukan masalah dalam konseling dapat dilakukan terlebih dahulu melakukan identifikasi masalah (identifikasi kasus-kasus) yang dialami oleh klien (siswa).


b.      Pengumpulan data
Setelah ditetapkan masalah yang akan dibicarakan dalam konseling, selanjutnya adalah mengumpulkan data siswa yang bersangkutan.
c.       Analisis data
Data-data siswa yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis. Data hasil tes dapat dianalisis secara kuantitatif dan data nontes dapat dianalisis secara kualitatatif.
d.      Diagnosis
Diagnosis merupakan usaha pembimbing (konselor) menetapkan latar belakang masalah atau faktor-faktor penyebab timbulnya masalah pada siswa.
e.       Prognosis
Setelah diketahui faktor-faktor penyebab timbulnya masalah pada siswa selanjutnya pembimbing atau konselor menetapkan langkah-langkah bantuan yang akan diambil. Jenis bantuan apa bisa diberikan sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh siswa.
f.       Terapi
Setelah ditetapkan jenis atau langkah-langkah pemberian bantuan, selanjutnya adalah melaksanakan jenis bantuan yang telah ditetapkan. Pembimbing atau konselor melaksanakan bantuan belajar yang telah ditetapkan untuk memecahkan masalah.
g.      Evaluasi atau follow up
Evaluasi dilakukan untuk melihat apakah upaya bantuan yang telah diberikan memperoleh hasil atau tidak.[32]
Pelaksanaan program layanan bimbingan, sebagai berikut:
1.      Melaksanakan identifikasi kasus
2.      Melaksanakan diagnosis
3.      Melaksanakan prognosis
4.      Melaksanakan langkah pemberian bantuan
5.      Melaksanakan tindak lanjut
6.      Melaksanakan pendekatan[33]
Dari penjelasan diatas mengenai langkah-langkah pelaksanaan bimbingan konseling, maka dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah melaksanakan bimbingan konseling yaitu identifikasi masalah, diagnosis, prognosis, pemberian bantuan, evaluasi dan tindak lanjut.

B.     Konsep Kenakalan
1.      Pengertian Kenakalan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kenakalan adalah sifat nakal; perbuatan nakal; tingkah laku secara ringan yang menyalahi norma yang berlaku dalam suatu masyarakat: salah satu sebab ~ remaja adalah kerenggangan ikatan kasih dengan orang tuanya.[34]
Kenakalan anak adalah tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman.[35]
Dalam Pasal 1 angka 2 UU No. 3 Tahun 1997 menyatakan bahwa anak nakal adalah :
a.       Anak yang melakukan tindak pidana; atau
b.      Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menuru peraturan perundang-undangan maupun peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.[36]
Dalam mengetahui arti kenakalan, maka dapat diketahui bahwa kenakalan merupakan tingkah laku anak yang menimbulkan persoalan bagi orang lain, Namun agar lebih jelas lagi kenakalan terbagi dua yaitu :
a.       Kenakalan semu
Kenakalan yang dapat disebut kenakalan semu merupakan tingkah laku yang dalam bahasa sehari-harinya disebut kenakalan dan dinyatakan keterlaluan,tetapi sebenarnya masih terletak dalam batas-batas normal. Hanya dalam kenakalan semu ini maka yang dilampaui adalah batas kesabaran orangtua, batas sensitifitas orang yang memberi penilaian itu justru hanya keterbatasan dalam hal pengetahuan mengenai anak-anak pada umumnyalah yang menyebabkan timbulnya kekesalan, kekhawatiran dan kemarahan terhadap anak yang bertingkahlaku nakal itu.
b.      Kenakalan sebenarnya
Kenakalan – kenakalan sebenarnya merupakan tingkahlaku yang melanggar nilai-nilai sosial dan nilai-nilai sehingga merugikan diri sendiri ataupun merugikan orang lain. Tingkahlaku-tingkahlaku ini sering mengkhawatirkan dan menimbulkan kegelisahan orang tua.[37]
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecenderungan kenakalan remaja adalah kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang dilakukan remaja di bawah umur 17 tahun.

2.      Jenis-Jenis Kenakalan
Bentuk-bentuk kenakalan remaja dalam hal ini berhubungan dengan keberadaan kenakalan remaja itu sendiri, bahwa kenakalan remaja itu tidak mungkin dilakukan dalam proses hampa, Sehubungan dengan hal tersebut, maka dikenal berbagai pembagian kenakalan remaja ini berdasarkan pendapat para ahli, bahwa pengelompokan kenakalan tersebut dalam berbagai tipe, antara lain:
1.      Delinkuensi Individual
Delinkuensi individual lebih ditekankan pada kondisi pribadi pelaku. Kelompok kenakalan jenis ini banyak dilakukan oleh mereka yang mempunyai kelainan jasmaniah dan mental yang dibawa sejak lahir.
2.      Delinkuensi situasional
Kenakalan tipe ini dilakukan oleh anak yang yang normal, tetapi banyak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan situasional, stimuli sosial dan tekanan lingkungan yang kesemuanya memberikan pengaruh menekan-memaksa pada pembentukan perilaku buruk.
3.      Delinkuensi sistematik
Delinkuensi sistematik di sini berkaitan dengan kejahatan anak-anak remaja yang disitematisir dalam bentuk suatu organisasi, yaitu gang. Kumpulan tingkah laku delinkuen yang disitematisir itu disertai pengaturan, status formal, peranan tertentu, nilai-nilai rite-rite, norma-norma, rasa kebanggaan, dan moral delinkuen yang berbeda dengan yang umum berlaku.
4.      Delinkuensi kumulatif
Status sosial dan kondisi kultural buruk yang mempengaruhi terus menerus dan berlangsung berulang kali dapat menginsentifkan perbuatan jahat remaja, sehingga kumulatif sifatnya, yaitu terdapat di mana-mana, tidak hanya di ibu kota negara saja, tetapi sampai di daerah pinggiran.[38]
Kenakalan remaja menjadi empat jenis yaitu :
1.      Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain : perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.
2.      Kenakalan yang menimbulkan korban materi : perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain.
3.      Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain : pelacuran, penyalahgunaan. Di Indonesia mungkin dapat juga dimasukkan hubungan seks sebelum menikah dalam jenis ini.
4.      Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah meraka, dan sebagainya.[39]
Jenis – jenis kenakalan remaja dalam beberapa keadaan, adalah:
a.       Neurotic delinquency
Remaja bersifat pemalu, terlalu perasa, suka menyendiri, gelisah dan mengalami perasan rendah diri. Mereka mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu kenakalan seperti mencuri dan melakukan tindkan yang agresif secara tiba – tiba tanpa alasan karena dikuasai khayalan dan fantasi sendiri
b.      Unsocialized delinguent
Suatu sikap yang melawan kekuasaan seseorang, suka bermusuhan dan pendendam, tidak pernah merasa salah dan tidak pula menyesali perbuatan yang telah dilakukan.
c.       Pseudo social delinguent
Remaja yang mempunyai loyalitas yang tinggi terhadap kelompok sehingga sikap – sikapnya tampak patuh, setia dan kesetiakawanan yang baik, sehingga jika melakukan tindakan kenakalan bukan atas dasar kesadaran sendiri.[40]
Dari beberapa jenis kenakalan pada remaja diatas, maka dapat disimpulkan bahwa semuanya menimbulkan dampak negatif yang tidak baik bagi dirinya sendiri dan orang lain, serta lingkungan sekitarnya. Adapun aspek-aspeknya terdiri dari aspek perilaku yang melanggar aturan dan status, perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, perilaku yang mengakibatkan korban materi, dan perilaku yang mengakibatkan korban fisik.

3.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kenakalan  
Dalam kenyataan, banyak sekali faktor yang menyebabkan kenakalan remaja maupun kelainan perilaku remaja pada umumnya. Berbagai teori yang mencaoba mejelaskan penyebab kenakalan remaja, dapat digolongkan sebagai berikut :
1)            Rational choice : teori ini mengutamakan faktor individu daripada faktor lingkungan. Kenakalan yang dilakukannya adalah atas pilihan, interes, motivasi atau kemauannya sendiri.
2)            Social disorganization : kaum positivis pada umumnya lebih mengutamakan faktor budaya. Yang menyebabkan kenakalan remaja adalah berkurangnya atau menghilangnya pranata-pranata masyarakat selama ini menjaga keseimbangan atau harmoni dalam masyarakat.
3)            Strain : pada teori ini disimpulkan bahwa tekanan yang besar dalam masyarakat, misalnya kemiskinan, menyebabkan sebagian dari anggota masyarakat yang memilih jalan rellibion melakukan kejahatan atau kenakalan remaja.
4)            Differential association : menurut teori ini, kenakalan remaja adalah akibat salah pergaulan.
5)            Labeling : ada pendapat yang menyatakan bahwa anak nakal selalu dianggap atau dicap (diberi label) nakal. Di Indonesia, banyak orang tua (khususnya ibu-ibu) yang ingin berbasa-basi dengan tamunya, sehingga ketika anaknya muncul di ruang tamu, ia mengatakan pada tamunya, “ini loh, mbakyu, anak sulung saya. Badannya saja yang tinggi, tetapi nakalnya bukan main”. Kalau terlalu sering anak diberi label nakal seperti itu, maka ia akan betul-betul menjadi nakal.
6)            Male phenomenon : teori ini percaya bahwa anak laki-laki lebih nakal daripada perempuan.[41]
Kenakalan remaja adalah suatu penyesuaian diri yaitu respon yang dipelajari terhadap situasi lingkungan yang tidak cocok atau lingkungan yang memusuhinya. Kenakalan remaja dapat disebabkan oleh:
1.      Identitas diri yang negatif
2.      Kontrol diri yang rendah
3.      Pengaruh pengawasan orangtua yang rendah
4.      Pengaruh ketahanan diri yang rendah
5.      Kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal[42]
Mungkin timbulnya, kenakalan remaja, bukan karena murni dari dalam remaja itu sendiri, tetapi mungkin kenakalan itu merupakan efek samping dari hal-hal yang tidak dapat ditanggulanggi oleh remaja dalam keluarganya. Bahkan orang tua sendiri pun tidak mampu mengatasinya, akibatnya remaja menjadi korban dari keadaan keluarga. Faktor-faktor terjadinya kenakalan remaja antara lain :
1.      Kondisi keluarga yang berantakan (Broken Home);
2.      Kurangnya perhatian dan kasih-sayang dari orang tua;
3.      Status sosial ekonomi orang tua rendah;
4.      Penerapan disiplin keluarga yang tidak tepat.[43]
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling berperan menyebabkan timbulnya kecenderungan kenakalan remaja adalah faktor keluarga yang kurang harmonis dan faktor lingkungan terutama teman sebaya yang kurang baik, karena pada masa ini remaja mulai bergerak meninggalkan rumah dan menuju teman sebaya, sehingga minat, nilai, dan norma yang ditanamkan oleh kelompok lebih menentukan perilaku remaja dibandingkan dengan norma, nilai yang ada dalam keluarga dan masyarakat.

4.      Cara Mengatasi Kenakalan
Betapa pentingnya pendidikan moral bagi anak-anak kita, dan betapa pula besarnya bahya yang terjadi akibat kurangnya moral itu, serta telah kita ketahui pula faktor yang menimbulkan kemorosotan moral di tanah air kita belakangan ini, maka perlu kiranya kita mencari jalan yang dapat mengantarkan kita kepada terjaminnya moral anak kita yang kita harapkan menjadi warga negara yang cinta akan bangsa dan tanah airnya, dapat menciptakan dan memelihara ketentraman dan kebahagiaan masyarakat dan bangsa di kemudian hari.
Untuk itu pendidikan moral harus diintensifkan dan perlu dilaksanakan serentak di rumah tangga, sekolah dan masyarakat.
1.      Pendidikan moral dalam rumah tangga.
Orang tua harus memperhatikan pendidikan moral serta tingkah laku anak-anaknya, justru pendidikan yang diterima si anak dari orang tuanyalah yang akan menjadi dasar dari pembinaan mental dan moralnya.
2.      Pendidikan moral dalam sekolah.
Hendaknya dapat diusahakan supaya sekolah menjadi lapangan yang baik bagi penumbuhan dan pengembangan mental dan moral anak didik, di samping tempat pemberian pengetahuan, pendidikan keterampilan dan pengembangan bakat dan kecerdasan.
3.      Pendidikan moral dalam masyarakat.
Sebelum menghadapi pendidikan anak, maka masyarakat yang telah rusak moralnya itu segera perlu diperbaiki mulai dari diri, keluarga, dan orang terdekat pada kita. Karena kerusakan masyarakat itu sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan moral anak.[44]
Kenakalan-kenakalan yang dilakukan remaja oleh anak-anak dan remaja seyogyanya diupayakan penanggulangannya secara sungguh-sungguh, dalam arti penanggulangan yang setuntas-tuntasnya, Upaya ini merupakan aktivitas yang pelik apabila ditinjau secara intergral, akan tetapi apabila ditinjau secara terpisah-pisah maka upaya ini merupakan kegiatan yang harus dilakukan secara professional yang menuntut ketekunan dan berkesinambungan dari satu kondisi menuju kondisi yang lain.
Langkah perdana dalam upaya kompleks ini dapat dilakukan dengan memberi penjelasan secara luas dan rinci kepada anak-anak remaja tentang beberapa aspek yuridis yang relevan dengan perbuatan-perbuatan nakal yang kerap kali mereka lakukan. Dengan demikian, anak-anak remaja akan dapat memiliki pemahaman/pengertian, penghayatan dan perilaku hukum yang sehat.
Disamping aspek kesadaran hukum, ada aspek lain yang membimbing kaum remaja untuk dapat menjadi anggota masyarakat dengan perilaku yang positif. Ditinjau dari aspek sosiologis, anak remaja dituntut secara moral memiliki rasa solidaritas yang tebal sehingga mereka merasa ikut memiliki kehidupan sosial dan ikut bertanggung jawab atas keamanan, ketertiban, ketentraman, dan kedamaian dalam kelangsungan hidup kelompok sosialnya.
Langkah-langkah positif tersebut memerlukan partisipasi banyak pihak agar manfaat maksimal dapat tercapai. Upaya preventif dan upaya-upaya lain yang relevan perlu keikutsertaan masyarakat agar penyebarluasannya dapat mencapai sebagaian terbesar anggota masyarakat, khususnya anak-anak remaja. Dalam lingkungan keluarga, tugas pembinaan dan pembentukan kondisi yang berdampak positif bagi perkembangan mental anak sebagian besar menjadi tanggung jawab orang tua. Pihak lain yang ikut bertanggung jawab dalam proses pembinaan anak remaja adalah para pendidik di sekolah. Pembinaan ini dilakukan secara formal dalam proses belajar mengajar.[45]
Dari penjelasan diatas mengenai cara mengatasi kenakalan remaja, maka dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi kenakalan remaja adalah luangkan waktu bersama mereka, berikan teladan yang baik kepada mereka, berikan cita-cita pada mereka, rencanakan banyak kegiatan untuk mereka, disiplinkan mereka, dan ajari mereka tentang agama.



[1]  http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id  diunduh pada hari Minggu, 25 September 2011, pada pukul 20.34 WIB

[2] Tim Dosen PPB FIP UNY, Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah, Yogyakarta: UNY Press, 1993, h.7

[3] Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling, Bandung; Pustaka Setia, 2010, h. 15

[4] Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, Bandung; Remaja Rosadakarya, 2008, h. 6

[5] Haleen, Bimbingan dan Konseling, Jakarta; Ciputat Pers, 2002 ,h. 3

[6]  H.M. Arifin dan Etty Kartikawati, Materi Pokok Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995, h. 5

[7]  I. Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Konseling di Sekolah  (Guidance & Counseling), Bandung : CV. Ilmu, 1975,  h. 29

[8] Koestoer Partowisastro, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah-Sekolah Jilid II, Jakarta; Erlangga, 1987, h. 15

[9] Anas Salihudin, Bimbingan Konseling, Bandung : Pustaka Setia, 2010, h. 16

[10] Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007, h. 26
[11] Elfi Mu’awanah dan Rifa Hidayah, Bimbingan dan Konseling Islami, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, h. 80
[12] Syamsu Yusuf dan A. Jutinka Nurihsan,  Landasan Bimbingan dan Konseling, Bandung: PT. Remeja Rosdakarya, 2010, h. 20

[13] Yusuf Gunawan, Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Prenhallindo, 2001,  h. 46
[14] Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007, h. 36

[15] Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta :Rineka Cipta, 2004, h. 114
[16] Yusuf Gunawan, Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Prenhallindo, 2001,  h. 41
[17]  H.M. Arifin dan Etty Kartikawati, Materi Pokok Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995, h. 38

[18] Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007, h. 70

[19] Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Yoygakarta : ANDI, 2004, h. 29
  
[20] Tim Dosen PPB FIP UNY, Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah, Yogyakarta: UNY Press, 1993, h. 13
[21] Hallen, Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Ciputat Press, 2002, h. 59
[22] Sugiyo, dkk., Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Semarang: FIP IKIP Semarang, 1987, h. 14
[23]  Afifudin, Bimbingan dan Konseling, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2010, h. 198

[24] Elfi Mu’awanah dan Rifa Hidayah, Bimbingan dan Konseling Islami, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, h. 142

[25]  Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Yoygakarta : ANDI, 2004, h. 40
[26] Sadirman,  Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001 h. 142

[27] Moh. Surya dan Rochman Natawidjaja, Pengantar Bimbingan dan Penyuluhan, Jakarta : Universitas Terbuka, Depdikbud. 2004, h. 141
[28]  I. Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Konseling di Sekolah  (Guidance & Counseling), Bandung : CV. Ilmu, 1975,  h. 127
[29] Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Yoygakarta : ANDI, 2004, h. 36

[30] Slameto, Bimbingan di Sekolah, Jakarta: Bina Akasara, h. 29
[31] Anas Salahudin,  Bimbingan dan Konseling, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2010, h. 95
[32] Nana Syaoidah Sukmadinata, Bimbingan dan Konseling dalam Praktek, Bandung : Maestro, 2007, h. 91

[33] Afifudin, Bimbingan dan Konseling, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2010, h.148

[34] http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id  diunduh pada hari Minggu, 25 September 2011, pada pukul 20.34 WIB

[35] Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2010, h. 251
[36] Soenarjati, Anang Priyanto dan Suripno, Kriminologi dan Kenakalan Remaja, Jakarta : Universitas Terbuka, 2097, h. 6.25
[37]  Singgih D Gunarsa, Psikologi anak bermasalah, Jakarta : BPK Gunung  Mulia : 1987, hal.15
[38] Soenarjati, Anang Priyanto dan Suripno, Kriminologi dan Kenakalan Remaja, Jakarta : Universitas Terbuka, 2097, h. 6.24

[39] Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2010, h. 256
[40] Hasan Basri, Remaja Berkualitas, Probelamtika Remaja dan Solusinya, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 1997, h. 16
[41] Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2010, h. 255
[42] Sri Esti W. Djiwandon, Psikologi Pendidikan, Jakarta; Gramedia, 2004, h. 112

[43] Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja, Bogor : Ghalia Indonesia, 2004, h. 109
[44] Zakiah Daradjat, Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia, Jakarta : Bulan Bintang, h. 19
 [45] Sudarsono, Kenakalan Remaja : Prevensi, Rehabilitasi dan Resosialisasi, Jakarta : PT Asdi Mahastya, 2004. h. 5

No comments:

Post a Comment