BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
Konsep Bimbingan dan Konseling
1.
Pengertian Bimbingan dan Konseling
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Bimbingan adalah
petunjuk (penjelasan) cara mengerjakan sesuatu; tuntunan sedangkan konseling
adalah pemberian bimbingan oleh yang ahli kepada seseorang dengan menggunakan
metode psikologis dsb; pengarahan; pemberian bantuan oleh konselor kepada
konseli sedemikian rupa sehingga pemahaman terhadap kemampuan diri sendiri
meningkat dalam memecahkan berbagai masalah; penyuluhan.[1]
Bimbingan dan konseling terjemahan dari bahasa Inggris Guidance and Counseling. Kata “Guidance” berasal dari kata kerja to guide yang berarti memimpin,
menunjukkan, atau membimbing ke jalan yang baik. Jadi kata “Guidance” dapat berarti pemberian
pengarahan, pemberian petunjuk kepada seseorang. Sedangkan “Counseling” berasal dari kata kerja to counsel yang berarti menasehati, atau
menganjurkan kepada seseorang secara face
to face. Jadi “Counseling” dapat
diartikan pemberiakn anjuran kepada seseorang secara face to face.[2]
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh
orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu dalam hal
memahami diri sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan
lingkungan, memilih, menentukan dan menyesuaikan rencana sesuai dengan konsep
dirinya dan tuntutan lingkungan berdasarkan norma-norma yang berlaku.[3]
Bimbingan memiliki makna sebagai berikut :
1.
Bimbingan merupakan suatu proses yang berkesinambungan
bukan kegiatan yang seketika atau kebetulan. Bimbingan merupakan serangkaian
kegiatan yang sistematis dan berencana yang terarah kepada pencapaian tujuan.
2.
Bimbingan merupakan “helping”,
yang identik dengan “aiding”, “assisting”, atau “availing”, yang berarti bantuan dari pertolongan.
3.
Individu yang dibantu adalah individu yang sedang
berkembang dengan segala keunikannya.[4]
Bimbingan merupakan suatu proses yang berkesinambungan,
sehingga bantuan itu diberikan secara sistematis, berencana, terus menerus dan
terarah kepada tujuan tertentu .dengan demikian bimbingan bukanlah kegiatan
yang dilakukan sevara kebetulan,incidental atau sewaktu-waktu. Sedangkan
konseling merupakan salah satu teknik dalam pelayanan bimbingan di mana proses
pemberian bantuan itu berlansung dan tatap muka antara duru pembimbing dengan
klien, dengan tujuan agar klien itu mampu memperoleh pemahaman yang lebih baik
terhadap dirinya.[5]
Maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan
bisa diartikan sebagai proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang
ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja,
maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya
sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada
dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Sedangkan konseling dapat diartikan sebagai salah satu teknik
dalam bimbingan yang diberikan oleh seorang konselor kepada klien yang
mempunyai masalah psikologis, sosial, maupun moral, dengan berbagai cara
psikologis, agar klien tersebut dapat mengatasi masalahnya tersebut.[6]
Konseling adalah suatu pertalian timbal balik antara dua
orang individu dimana yang seorang (counselee),
supaya ia dapat lebih baik memahami dirinya dalam hubungan dengan
masalah-masalah hidup yang dihadapinya pada waktu itu dan pada waktu yang akan
datang.[7]
Dalam arti luas, counseling
adalah segala ikhtiar pengaruh phsychologis
yang dapat diadakan terhadap sesama manusia. Dalam arti yang sesungguhnya counseling merupakan suatu hubungan yang
sengaja diadakan dengan manusia lain, dengan maksud agar dengan berbagai cara phsychologis kita dapat mempengaruhi
berbagai faktor kepribadiannya sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh sesuatu
effect tertentu.[8]
Maka dapat disimpulkan bahwa konseling adalah usaha membantu konseli atau klien dengan tujuan agar klien dapat
mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah
khusus yang dihadapinya dan berujung pada pemecahan masalah tersebut.
Bimbingan konseling adalah sebuah
layanan yang berorientasi pada siswa. Bimbingan konseling berusaha memahami
keberadaan dan kebutuhan siswa, serta membantu siswa dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapinya.
Berikut ini adalah
beberapa pendapat mengenai pengertian Bimbingan dan Konseling dari beberapa pakar atau ahli:
Bimbingan dan konseling adalah suatu proses pemberian bantuan
individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli
yang telah mendapat latihan khusus untuk itu, dengan tujuan agar individu dapat
memahami dirinya, lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri dan menyesuaikan
diri dengan lingkungan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk
kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan rakyat.[9]
Bimbingan dan konseling
merupakan proses bantuan atau pertolongan yang diberikan pembimbing (konselor)
kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal
balik antara keduanya, agar konseli memiliki kemampuan atau kecakapan melihat
dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya sendiri. Atau proses
pemberian bantuan atau pertolongan yang sistematis dari pembimbing (konselor)
kepada konseli (siswa) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik
antara keduanya untuk mengungkap masalah konseli sehingga konseli mampu melihat
masalah sendiri, mampu menerima dirinya sendiri sesuai dengan potensinya, dan
mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya.[10]
Jika diambil benang merah antara
bimbingan (guidance) dan konseling (counseling), maka bisa dikatakan bahwa
masing-masing mempunyai peranan yang khas namun saling melengkapi satu sama
lain. Bimbingan lebih bersifat membantu secara preventif (menentukan langkah
atau mengambil keputusan ke depan untuk menghindari munculnya masalah atau
problem), sedangkan konseling merupakan bantuan yang lebih bersifat represif
(mengupayakan solusi setelah mengalami masalah atau problem).
2.
Jenis Bimbingan dan Konseling
Menurut jenisnya,
bimbingan dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
1. Bimbingan pendidikan, adalah usaha bimbingan
yang ditujukan kepada siswa untuk mengatasi kesulitan dalam bidang pendidikan.
Bentuk bimbingan pendidikan ini misalnya menyediakan informasi mengenai
jurusan, informasi mengenai kelanjutan studi, menyelenggarakan layanan
orientasi kepada siswa baru, dan sebagainya.
2. Bimbingan belajar, adalah usaha bimbingan
kepada siswa untuk mengatasi kesulitan dalam bidang belajar. Bentuk bimbingan
belajar misalnya membentuk kelompok belajar, memberikan informasi cara mengatur
jadwal belajar, cara memusatkan perhatian belajar, memberikan informasi tentang
pola belajar, dan sebagainya.
3. Bimbingan pribadi, adalah usaha bimbingan
yang ditujukan kepada siswa dalam usahanya mengatasi kesulitan pribadi. Bentuk
bimbingan ini misalnya memberikan konseling, role playing, psikodrama, informasi cara bergaul, dan sebagainya.
4. Bimbingan sosial, adalah usaha bimbingan yang
bertujuan membantu siswa mengatasi kesulitannya dalam bidang sosial. Bentuk
bimbingan ini misalnya informasi cara berorganisasi, cara bergaul agar
disenangi kelompok, cara-cara mendapatkan biaya sekolah tanpa harus
mengorbankan belajar, dan sebagainya.
5. Bimbingan pekerjaan, adalah usaha bimbingan
dalam membantu siswa untuk mengatasi kesulitan dalam bidang pekerjaan, karya wisata
ke pabrik, ke perusahaan, cara melamar pekerjaan, cara memilih dan menentukan
pekerjaan dan sebagainya.[11]
Untuk memenuhi fungsi
dan tujuan bimbingan perlu dilaksanakan berbagai kegiatan layanan bantuan.
Beberapa jenis layanan bantuan bimbingan itu diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Pelayanan pengumpulan data tentang siswa dan
lingkungannya.
b. Konseling. Layanan ini memfasilitasi siswa
untuk memperoleh bantuan pribadi secara langsung.
c. Penyajian informasi dan penempatan. Penyajian
informasi dalam arti menyajikan keterangan (informasi) tentang berbagai aspek
kehidupan yang diperlukan individu.
d. Penilaian dan penelitian. Layanan ini
dilaksanakan untuk mengetahui tujuan program bimbingan apa saja yang telah
dilaksanakan dapat dicapai.[12]
Jenis bimbingan dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1. Bimbingan Pendidikan (Educational Guidance)
Bantuan yang
diberikan kepada anak dalam bimbingan pendidikan dapat berupa informasi
pendidikan, cara belajar yang efektif, pemilihan jurusan, lanjutan sekolah,
mengatasi masalah belajar, mengembangkan kemampuan dan kesanggupan secara
optimal dalam pendidikan atau membantu agar para siswa dapat sukses dalam
belajar dan mampu menyesuaikan diri terhadap semua tuntutan sekolah.
2. Bimbingan Pekerjaan
Bimbingan
pekerjaan atau bimbingan karir sebagai proses bantuan kepada individu agar
memperoleh pemahaman diri dan dunia kerja agar ia mampu mengarahkan diri ke
suatu bidang kehidupan yang sesuai dan selaras dengan dirinya dan masyarakat.
3. Bimbingan Pribadi
Bimbingan
pribadi memberikan bantuan kepada siswa untuk mengembangkan hidup pribadinya,
seperti motivasi, persepsi tentang diri, gaya hidup, perkembangan nilai-nilai
moral/agama dan sosial dalam diri, kemampuan mengerti dan menerima orang lain,
serta membantunya untuk memecahkan masalah-masalah pribadi yan ditemuinya.[13]
Berdasarkan dari penjelasan
diatas mengenai jenis-jenis bimbingan dan konseling, maka dapat disimpulkan
bahwa jenis-jenis bimbingan dan konselin terdiri dari bimbingan pendidikan,
bimbingan belajar, bimbingan pribadi, bimbingan sosial, dan bimbingan
pekerjaan.
3.
Tujuan Bimbingan dan Konseling
Tujuan bimbingan dan
konseling adalah agar klien : pertama, memperoleh
pemahaman yang lebih baik terhadap dirinya. Kedua,
mengarahkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya kea rah yang
tingkat perkembangan yang optimal. Ketiga,
mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapinya. Keempat, mempunyai wawasan yang lebih realistis serta penerimaan
yang objektif tentang dirinya. Kelima,
dapat menyesuaikan diri secara lebih efektif baik terhadap dirinya sendiri
maupun lingkungannya sehingga memperoleh kebahagiaan dalam hidupnya. Keenam, mencapai taraf aktualisasi diri
sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Ketujuh,
terhindar dari gejala-gejala kecemasan dan perilaku salah suai.[14]
Tujuan umum bimbingan
dan konseling adalah untuk membantu individu memperkembangkan diri secara
optimal sesuai dengan tahap perkembangan dan predisposisi yang dimilikinya
(seperti kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada
(seperti latar belakang keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi), serta
sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. Adapun tujuan khusus bimbingan
dan konseling merupakan penjabaran tujuan utama tersebut yang dikaitkan secara
langsung dengan permasalahan yang dialami oleh individu yang bersangkutan,
sesuai dengan kompleksitas permasalahannya itu.[15]
Tujuan bimbingan yang
merupakan penjabaran dari tujuan umum lebih banyak dirumuskan dalam definisi
bimbingan, antara lain bimbingan dinyatakan sebagai bantuan yang diberikan
kepada individu tersebut :
1. Mengerti dirinya dan lingkungannya.
2. Mampu memilih, memutuskan dan merencanakan
hidupnya secara bijaksana baik dalam bidang pendidikan, pekerjaan dan
sosial-pribadi.
3. Mengembangkan kemampuan dan kesanggupannya
secara maksimal.
4. Memecahkan masalah yang dihadapi secara
bijaksana.
5. Mengelola aktivitas kehidupannya,
mengembangkan sudut pandangnya dan mengambil keputusan serta
mempertanggungjawabkannya.
6. Memahami dan mengarahkan diri dalam bertindak
serta bersikap sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungannya.[16]
Berdasarkan dari beberapa
penjelasan mengenai tujuan bimbingan konseling diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa tujuan bimbingan konseling adalah untuk membantu individu
memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap perkembangan yang
dimilikinya seperti kemampuan dasar dan bakat, berbagai latar belakang yang ada
seperti latar belakang keluarga, pendidikan, dan status sosial ekonomi.
4.
Prinsip Bimbingan dan Konseling
Secara umum,
prinsip-prinsip bimbingan dan konseling diantaranya adalah :
1) Bimbingan berpusat pada individu yang
dibimbing.
2) Individu yang dibimbing diharapkan dapat
mengarahkan dirinya dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang dihadapi.
3) Masing-masing individu mempunyai perbedaan,
dengan demikian pembimbing perlu memahaminya.
4) Bimbingan hubungan dengan sikap dan tingkah
laku individu.
5) Bimbingan diadakan untuk pengembangan
pribadi.
6) Bimbingan dimulai untuk identifikasi
kebutuhan yang dirasakan oleh individu yang dibimbing.
7) Pemberian bimbingan harus fleksibel sesuai
dengan kebutuhan individu dan masyarakat.
8) Program bimbingan haru sesuai dengan program
pendidikan.
9) Program bimbingan harus dipimpin oleh petugas
yang ahli dan dapat bekerja sama dengan pihak sekolah dan pihak lain.
10) Pelaksanaan bimbingan perlu penilaian secara
teratur.[17]
Sedangkan prinsip-prinsip
konseling secara umum diantaranya adalah :
1) Bimbingan harus berpusat pada individu yang
dibimbingnya.
2) Bimbingan diarahkan kepada memberikan bantuan
agar individu yang dibimbing mampu mengarahkan dirinya dan menghadapi kesulitan
dalam hidupnya.
3) Pemberian bantuan disesuaikan dengan
kebutuhan individu (siswa) yang dibimbing.
4) Bimbingan berkenaan dengan sikap dan tingkah
laku individu.
5) Pelaksanaan bimbingan dan konseling dimulai
dengan mengidentifikasi kebutuhan yang dirasakan individu yang dibimbing.[18]
Berikut adalah 12
prinsip bimbingan :
1. Bimbingan dan konseling dimaksudkan untuk
anak-anak, orang dewasa, dan orang-orang yang sudah tua.
2. Tiap aspek daripada kepribadian seseorang
menentukan tingkah laku oran gitu.
3. Usaha-usaha bimbingan dalam prinsipnya harus
menyeluruh ke semua orang karena semua orang mempunyai berbagai masalah yang
butuh pertolongan.
4. Berhubungan dengan prinsip kedua, maka semua
guru di sekolah seharusnya menjadi pembimbing karena semua murid juga
membutuhkan bimbingan.
5. Sebaiknya semua usaha pendidikan adalah bimbingan
sehingga alat-alat dan teknik mengajar juga sebaiknya mengandung.
6. Dalam memberikan suatu bimbingan harus
diingat bahwa semua orang meskipun sama dalam kebanyakan sifat-sifatnya.
7. Supaya bimbingan dapat berhasil dengan baik
dibutuhkan pengertian yang mendalam mengenai orang dibimbing.
8. Harus diiingat bahwa pergejolakan-pergejolakan
sosial, ekonomi dan politik dapat menyebabkan timbulnya tingkah laku yang sukar
atau penyesuaian yang salah (maladjustment)..
9. Bagi anak-anak haruslah kita ingat bahwa
sikap orang tua dan suasana rumah sangat mempengaruhi tingkah laku mereka.
10. Fungsi daripada bimbingan ialah menolong orang
supaya berani dan dapat memikul tanggung jawab sendiri dalam mengatasi
kesukaran yang dialaminya, yang hasilnya dapat berupa kemajuan daripada
keseluruhan pribadi orang yang bersangkutan.
11. Usaha bimbingan harus bersifat lincah (flexible) sesuai dengan kebutuhan dan
keadaan masyarakat serta kebutuhan individual.
12. Berhasil atau tidakknya sesuatu bimbingan
sebagian besar tergantung kepada orang yang minta tolong itu sendiri, pada
kesediaan dan kesanggupan dan proses-proses yang terjadi dalam diri orang itu
sendiri.[19]
Berdasarkan
penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan prinsip-prinsip bimbingan dan
konseling pada umumnya ialah berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien,
tujuan dan proses penanganan masalah, program pelayanan, penyelenggaraan
pelayanan.
5.
Fungsi Bimbingan dan Konseling
Secara umum layanan
bimbingan dan konseling mempunyai fungsi sebagai fasilitator baik bagi individu
maupun lembaga, dalam arti bahwa bimbingan dan konseling berfungsi sebagai
mempermudah bagi individu dalam mencapai kehidupan yang bahagia dan sejahtera
baik di dunia maupun akhirat; dan bimbingan dan konseling sebagai permudah bagi
lembaga dalam upaya pencapaian tujuan yang ingin dicapai dari lembaga tersebut
didirikan.
Fungsi-fungsi bimbingan
dan konseling adalah sebagai berikut :
a. Fungsi menyalurkan, ialah fungsi bimbingan
dalam hal membantu siswa untuk memilih jurusan sekolah, jenis sekolah
sambungan, ataupun lapagan kerja, sesuai dengan cita-cita, minat dan bakat dan
cirri-ciri kepribadiannya yang lain.
b. Fungsi mengadaptasikan, ialah fungsi
bimbingan dalam hal membantu petugas-petugas di sekolah, khususnya guru untuk
mengadaptasikan program kepada minat, kemampuan, dan kebutuhan siswa.
c. Fungsi menyesuaikan, ialah fungsi bimbingan
dalam rangka membantu siswa untuk memperoleh penyesuaian pribadi dan memperoleh
kemajuan dalam perkembangannya secara optimal.[20]
Dalam hubungan ini
bimbingan dan konseling berfungsi sebagai pemberi layanan kepada peserta didik
agar masing-masing peserta didik dapat berkembang secara optimal sehingga
menjadi pribadi yang utuh dan mandiri. Oleh karena itu pelayanan bimbingan dan
konseling mengemban sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui kegiatan
bimbingan dan konseling. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pemahaman, fungsi
pencegahan, fungsi pengentasan, fungsi pemeliharaan, dan pengembangan dan
fungsi advokasi. Uraian berikut ini akan menjelaskan makna masing-masing fungsi
bimbingan dan konseling tersebut.
1. Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan
konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak
tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik.
2. Fungsi pencegahan, yaitu fungsi bimbingan dan
konseling yang akan menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya peserta didik
dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul yang akan dapat mengganggu,
menghambat ataupun menimbulkan kesulitan, kerugian-kerugian tertentu dalam
proses perkembangannya.
3. Fungsi pengentasan, melalui fungsi
pengentasan ini pelayanan bimbingan dan konseling akan menghasilkan
terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh peserta
didik.
4. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, adalah
fungsi bimbingan dan konseling yang menghasilkan terpeliharanya dan
terkembangkannya berbagai potensi peserta didik dalam rangka perkembangan
dirinya secara terarah, mantap dan berkelanjutan.
5. Fungsi advokasi, yaitu fungsi bimbingan dan
konseling yang akan menghasilkan teradvokasi atau pembelaan terhadap peserta
didik dalam rangka upaya pengembangan seluruh potensi secara optimal.[21]
Ada tiga
fungsi bimbingan dan konseling,
yaitu:
a.
Fungsi penyaluran ( distributif )
Fungsi penyaluran ialah fungsi
bimbingan dalam membantu menyalurkan siswa-siswa dalam memilih program-program
pendidikan yang ada di sekolah, memilih jurusan sekolah, memilih jenis sekolah
sambungan ataupun lapangan kerja yang sesuai dengan bakat, minat, cita-cita dan
ciri- ciri kepribadiannya. Di samping itu fungsi ini meliputi pula bantuan
untuk memiliki kegiatan-kegiatan di sekolah antara lain membantu menempatkan
anak dalam kelompok belajar, dan lain-lain.
b.
Fungsi penyesuaian ( adjustif )
Fungsi penyesuaian ialah fungsi
bimbingan dalam membantu siswa untuk memperoleh penyesuaian pribadi yang sehat.
Dalam berbagai teknik bimbingan khususnya dalam teknik konseling, siswa dibantu
menghadapi dan memecahkan masalah-masalah dan kesulitan-kesulitannya. Fungsi
ini juga membantu siswa dalam usaha mengembangkan dirinya secara optimal.
c.
Fungsi adaptasi ( adaptif )
Fungsi adaptasi ialah fungsi
bimbingan dalam rangka membantu staf sekolah khususnya guru dalam
mengadaptasikan program pengajaran dengan ciri khusus dan kebutuhan pribadi
siswa-siswa. Dalam fungsi ini pembimbing menyampaikan data tentang ciri-ciri,
kebutuhan minat dan kemampuan serta kesulitan-kesulitan siswa kepada guru.
Dengan data ini guru berusaha untuk merencanakan pengalaman belajar bagi para
siswanya. Sehingga para siswa memperoleh pengalaman belajar yang sesuai dengan
bakat, cita-cita, kebutuhan dan minat.[22]
Dari beberapa fungsi bimbingan konseling diatas, maka dapat
disimpulkan fungsi bimbingan konseling, menurut Tim Dosen PPB FIP UNY terdiri
dari fungsi penyaluran, fungsi mengadaptasikan dan fungsi menyesuaikan.
Sedangkan menurut Hallen, fungsi bimbingan dan konseling terdiri dari fungsi
pemahaman, fungsi pencegahan, fungsi pengentasan, fungsi pemeliharaan, dan
fungsi advokasi. Dan menurut Sugiyo, dkk, bimbingan dan konseling terdiri dari
fungsi penyaluran (distributif), fungsi penyesuaian (adhustif), fungsi adaptasi
(adaptif).
6.
Kriteria Guru Bimbingan dan Konseling,
Kualitas pribadi
konselor merupakan faktor yang sangat penting dalam konseling, disamping faktor
pengetahuan tentang dinamika perilaku dan keterampilan teraperutik atau
konseling.
Seorang pembimbing harus memenuhi syarat-syarat berikut :
1) Seorang guru BK atau pembimbing harus
mempunyai pengetahuan yang cukup luas, baik segia teori maupun segi praktik.
2) Dalam segi psikologik, seorang pembimbing
dapat mengambil tindakan yang bijaksana.
3) Seorang pembimbing harus sehat fisik maupun
psikisinya.
4) Seorang pembimbing harus mempunyi sikap
kecintaan terhadap pekerjaannya dan juga terhadap anak atau individu yang
dihadapinya.
5) Seorang pembimbing harus mempunyai inisiatif
yang cukup baik.
6) Karena bidang gerak dari pembimbing tidak
hanya terbatas pada sekolah saja, pembimbing harus supel, ramah-tamah,
sopan-santun di dalam segala perbuatannya.
7) Seorang pembimbing diharapkan mempunyai
sifat-sifat yang dapat menjalani prinsip-prinsip serta kode-kode etik dalam
bimbingan dan penyuluhan dengan sebaik-baiknya.[23]
Kriteria atau
persyaratan yang harus dimiliki oleh seorang guru konselor diantaranya adalah :
a. Memiliki sifat/akhlak yang baik,
setidak-tidaknya sesuai ukuran klien;
b. Bertawakal, mendasarkan sesuatu atas nama
Allah;
c. Sabar, utamanya tahan menghadapi klien yang
menentang keinginan untuk diberikan bantuan;
d. Tidak emosional, artinya tidak mudah terbawa
emosi dan dapat mengatasi emosi diri sendiri dan klien;
e. Retorika yang baik, mengatasi keraguan klien
dan dapat meyakinkan bahwa ia dapat memberikan bantuan;
f. Dapat membedakan tingkah laku klien yang
berimplikasi terhadap hukum wajib, sunnah, mubah, makruh, haram terhadap
perlunya taubat atau tidak.[24]
Supaya pembimbing
dapat menjalankan pekerjaannya dengan sebaik-baiknya, maka pembimbing harus
memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:
a. Seorang pembimbing harus mempunyai
pengetahuan yang cukup luas, baik sei teori maupun segi praktik.
b. Di dalam segi psikologis, seorang pembimbing
akan dapat mengambil tindakan yang bijaksana jika pembimbing telah cukup dewasa
secara psikologis.
c. Seorang pembimbing harus sehat jasmani maupun
psikisnya.
d. Seorang pembimbing harus mempunyai kecintaan
terhadap pekerjaannya dan juga terhadap anak atau individu yang dihadapinya.
e. Seorang pembimbing harus mempunyai inisiatif
yang baik sehingga dapat diharapkan usaha bimbingan dan konseling berkembang ke
arah keadaan yang lebih sempurna demi untuk kemajuan sekolah.
f. Karena bidang gerak dari pembimbing tidak
terbatas pada sekolah saja, maka seorang pembimbing harus supel, ramah tamah,
sopan santun di dalam segala perbuatannya.
g. Seorang pembimbing diharapkan mempunyai
sifat-sifat yang dapat menjalankan prinsip-prinsip serta kode etik bimbingan
dan konseling dengan sebaik-baiknya.[25]
Dari penjelasan diatas
mengenai kriteria seorang guru bimbingan dan konseling, maka dapat disimpulkan
bahwa, kriteria seorang guru bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut :
memahami diri sendiri dan klien, kompeten, sehat psikis, dapat dipercaya,
bersikap hangat, pendengar yang baik, sabar, dan peka.
7.
Peranan Guru Bimbingan dan Konseling
Implementasi kegiatan BK dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis
Kompetensi sangat menentukan
keberhasilan proses belajar-mengajar. Oleh karena itu peranan guru kelas dalam
pelaksanaan kegiatan BK sangat penting dalam rangka mengefektifkan pencapaian
tujuan pembelajaran yang dirumuskan.
Ada sembilan peran guru dalam kegiatan BK, yaitu:
a.
Informator, guru diharapkan sebagai pelaksana cara
mengajar informatif, laboratorium, studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan
akademik maupun umum.
b.
Organisator, guru sebagai pengelola kegiatan akademik,
silabus, jadwal pelajaran dan lain-lain.
c.
Motivator, guru harus mampu merangsang dan memberikan
dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan
swadaya (aktivitas) dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika
di dalam proses belajar-mengajar.
d.
Director, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan
kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
e.
Inisiator, guru sebagai pencetus ide dalam proses
belajar-mengajar.
f.
Transmitter, guru bertindak selaku penyebar
kebijaksanaan dalam pendidikan dan pengetahuan.
g.
Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau
kemudahan dalam proses belajar-mengajar.
h.
Mediator, guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar
siswa.
i.
Evaluator, guru mempunyai otoritas untuk menilai
prestasi anak didik dalam bidang akademik maupun tingkah laku sosialnya,
sehingga dapat menentukan bagaimana anak didiknya berhasil atau tidak.[26]
Peranan guru dalam
bimbingan itu meliputi : (a) mengembangkan iklim kelas sehat, (b) mengarahkan
belajar yang efektif, (c) menemukan potensi kelemahan siswa, (d) penyuluhan
tidak resmi, (e) menyajikan informasi pendidikan dan jabatan, (f) mendorong
pertumbuhan siswa, (g) melakukan pelayanan rujukan, (h) melaksanakan bimbingan
kelompok di kelas, (i) memperlakukan siswa secara manusiawi, (j) melengkapi
upaya penyuluh, (k) menyelenggarakan pelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa,
(l) mengarahkan kebiasaan belajar yang baik, (m) menilai hasil belajar secara
keseluruhan dan berkesinambungan, (n) melakukan perbaikan pengajaran perbaikan,
(o) mempersiapkan pembicaraan kasus, (p) bekerja sama dalam membantu siswa, (q)
mengikuti kebijaksanaan sekolah dalam pelayanan bimbingan.[27]
Guru adalah adalah
tokoh kunci dalam kegiatan-kegiatan bimbingan yang sebenarnya di dalam kelas.
Guru selalu berada dalam hubungan yang erat dengan murid. Ia banyak mempunyai
kesempatan untuk mempelajari murid, mengawasi tingkah laku dan kegiatannya, dan
–apabila ia teliti serta menaruh perhatian- ia akan dapat mengetahui
sifat-sifat murid, kebutuhannya, minatnya, masalah-masalahnya, dan titik
kelemahan serta kekuatannya.[28]
Dari beberapa penjelasan diatas mengenai peranan guru
bimbingan konseling maka dapat disimpulkan bahawa guru bimbingan dan
konseling/konselor memiliki tugas, tanggungjawab, wewenang dalam pelaksanaan
pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik. Tugas guru bimbingan
dan konseling/konselor terkait dengan pengembangan diri peserta didik yang
sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, dan kepribadian peserta didik.
8.
Kode Etik Bimbingan dan Konseling
Untuk menjadi konselor professional tidak cukup hanya
memiliki ilmu, keterampilan, dan kepribadian belaka, akan tetapi harus pula
memahami dan mengaplikasikan kode etik konseling (KEK). Pada saat ini konselor
se-dunia menggunakan KEK dari lembaga yang bernama American Counselor Association (ACA). Berikut ini beberapa aspek
penting KEK dari ACA terutama untuk memantapkan hubungan konseling:
1.
Mengenal Hubungan Konseling
Hubungan konseling amat menentukan
terhadap keberhasilan proses konseling. Hubungan konseling ditentukan
kepribadian, pengetahuan, dan skill
konselor. Dengan kata lain, tanggung jawab utama konselor adalah kesejahteraan
klien.
2.
Menghormati Perbedaan (Respecting Diversity)
(a)
Nondiskriminasi
Konselor tidak boleh membeda-bedakan
klien tentang agama, ras, warna kulit, usia, jabatan, derajat, jenis kelamin,
status perkawinan dan sebagainya.
(b)
Menghormati Perbedaan
Disamping non diskriminasi, konselor
harus pula menghormati perbedaannya dengan klien dalam hal beda budaya, ras,
agama, status sosial ekonomi, dan politik. Dan yang terpenting dalam hal
kepercayaan dan atau agama.
3.
Menghormati Hak-Hak Klien
Ada dua hak klien yang penting dalam
hubungan konseling, pertama, keterbukaan konselor terhadap klien; kedua,
kebebasan klien untuk memilih.
Yang dimaksud
dengan kode etik ialah ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan yang harus
ditaati oleh siapa saja yang berkecimpung dalam bidang bimbingan dan konseling
demi untuk kebaikan. Dengan adanya kode etik di dalam bimbingan dan konseling
dimaksudkan agar bimbingan dan konseling tetap dalam keadaan baik dan
diharapkan akan menjadi semakin baik. Berikut beberapa kode etik bimbingan
konseling :
1)
Pembimbing atau pejabat lain yang memegang jabatan
dalam bidang bimbingan dan konseling harus memegang teguh prinsip-prinsip
bimbingan dan konseling.
2)
Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk
dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada
keahliannya atau wewenangnya. Karena itu pembimbing jangan sampai mencampuri
wewenang serta tanggung jawab yang bukan wewenang serta tanggung jawabnya.
3)
Oleh karena pekerjaan pembimbing berhubungan langsung
dengan kehidupan pribadi orang maka seorang pembimbing harus :
1.
Dapat memegang teguh atau menyimpan rahasia klien
dengan sebaik-baiknya.
2.
Menunjukkan rasa hormat kepada klien.
3.
Menghargai sama terhadap bermacam-macam klien. Jadi di
dalam menghadapi klien pembimbing harus menghadapi klien dalam derajat yang
sama.
4)
Pembimbing tidak diperkenankan :
1.
Menggunakan tenaga pembantu yang tidak ahli atau tidak
terlatih.
2.
Menggunakan alat-alat yang kurang dapat dipertanggungjawabkan.
3.
Mengambil tindakan-tindakan yang mungkin akan
menimbulkan hal-hal yang tidak baik bagi klien.
4.
Mengalihkan klien kepada konselor lain tanpa
persetujuan klien.
5)
Meminta bantuan kepada ahli dalam bidang lain di luar
kemampuan atau di luar keahliannya ataupun di luar keahlian stafnya yang
diperlukan dalam bimbingan dan konseling.[29]
Beberapa kode etik bimbingan dan konseling sebagai berikut :
1)
Kerahasiaan, masksudnya
ialah pembimbing harus dapat merahasiakan segala isi pembicaraannya dengan
klien sehubungan dengan masalah klien tersebut.
2)
Kesukarelaan,
maskudnya ialah proses bimbingan itu berlangsung harus atas dasar kesukarelaan
antara kedua belah pihak. Klien rela masalahnya dipecahkan/diselesaikan berarti
tidak merasa terpaksa untuk datang dan mengemukakan masalahnya serta segala
informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kemudian juga
pembimbing harus dengan rasa tidak terpaksa untuk membantu klien tersebut.
Hendaknya pembimbing merasa terpanggil untuk melaksanakan bimbingan serta
konseling umumnya, dan membantu kilen khususnya.
3)
Keahlian,
ialah usaha pelayanan bimbingan dan konseling perlu dilakukan dengan teratur,
sistematis dan dengan mempergunakan teknik serta alat yang memadai.
4)
Normatif, maksudnya
ialah usaha pemberian bantuan ituharus didasarkan pada norma-norma yang berlaku
dimana bimbingan itu dilaksanakan atau tidak boleh lagi bertentangan dengan
norma-norma yang berlaku.
5)
Alih tangan, ialah
pembimbing dalam usahanya membantu kliennya jangan sampai pada tingkat
kemampuannya yang tinggi (semampunya).
6)
Atas kegunaan, maksudnya
ialah jangan menggunakan sesuatu sehubungan dengan pelayanan bimbingan dan
konseling kalau tidak ada gunanya.[30]
Dari beberapa penjelasan diatas mengenai kode etik bimbingan
konseling diatas maka dapat disimpulkan bahwa kode etik profesi konseling
meliputi hal-hal yang bersangkut paut dengan kompetensi yang dimiliki,
kewenangan dan kewajiban tenaga profesi konseling, serta cara-cara pelaksanaan
layanan yang dilakukan dalam kegiatan profesi. Ruang lingkup dan materi kode
etik profesi konseling diadopsi dari kode etik konseling ABKIN yang
diberlakukan.
9. Langkah-Langkah Bimbingan dan Konseling
Dalam memberikan bimbingan, terdapat langkah-langkah sebagai
berikut :
1.
Langkah identifikasi anak
2.
Langkah diagnosis
3.
Langkah langkah prognosis
4.
Langkah terapi
5.
Langkah evaluasi dan follow up[31]
Proses konseling akan
menempuh beberapa langkah, yaitu :
a.
Menentukan masalah
Menentukan masalah dalam konseling
dapat dilakukan terlebih dahulu melakukan identifikasi masalah (identifikasi
kasus-kasus) yang dialami oleh klien (siswa).
b.
Pengumpulan data
Setelah ditetapkan masalah yang akan
dibicarakan dalam konseling, selanjutnya adalah mengumpulkan data siswa yang
bersangkutan.
c.
Analisis data
Data-data siswa yang dikumpulkan
selanjutnya dianalisis. Data hasil tes dapat dianalisis secara kuantitatif dan
data nontes dapat dianalisis secara kualitatatif.
d.
Diagnosis
Diagnosis merupakan usaha pembimbing
(konselor) menetapkan latar belakang masalah atau faktor-faktor penyebab
timbulnya masalah pada siswa.
e.
Prognosis
Setelah diketahui faktor-faktor
penyebab timbulnya masalah pada siswa selanjutnya pembimbing atau konselor
menetapkan langkah-langkah bantuan yang akan diambil. Jenis bantuan apa bisa
diberikan sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh siswa.
f.
Terapi
Setelah ditetapkan jenis atau
langkah-langkah pemberian bantuan, selanjutnya adalah melaksanakan jenis
bantuan yang telah ditetapkan. Pembimbing atau konselor melaksanakan bantuan
belajar yang telah ditetapkan untuk memecahkan masalah.
g.
Evaluasi atau follow
up
Evaluasi dilakukan untuk melihat
apakah upaya bantuan yang telah diberikan memperoleh hasil atau tidak.[32]
Pelaksanaan program layanan
bimbingan, sebagai berikut:
1.
Melaksanakan identifikasi kasus
2.
Melaksanakan diagnosis
3.
Melaksanakan prognosis
4.
Melaksanakan langkah pemberian bantuan
5.
Melaksanakan tindak lanjut
6.
Melaksanakan pendekatan[33]
Dari penjelasan
diatas mengenai langkah-langkah pelaksanaan bimbingan konseling, maka dapat
disimpulkan bahwa langkah-langkah melaksanakan bimbingan konseling yaitu
identifikasi masalah, diagnosis, prognosis, pemberian bantuan, evaluasi dan
tindak lanjut.
B. Konsep Kenakalan
1. Pengertian Kenakalan
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Kenakalan adalah sifat nakal; perbuatan nakal; tingkah
laku secara ringan yang menyalahi norma yang berlaku dalam suatu masyarakat: salah satu sebab ~ remaja adalah
kerenggangan ikatan kasih dengan orang tuanya.[34]
Kenakalan anak
adalah tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum
dan yang diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman.[35]
Dalam Pasal 1
angka 2 UU No. 3 Tahun 1997 menyatakan bahwa anak nakal adalah :
a.
Anak yang melakukan tindak pidana; atau
b.
Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang
bagi anak, baik menuru peraturan perundang-undangan maupun peraturan hukum lain
yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.[36]
Dalam mengetahui
arti kenakalan, maka dapat diketahui bahwa kenakalan merupakan tingkah laku
anak yang menimbulkan persoalan bagi orang lain, Namun agar lebih jelas lagi
kenakalan terbagi dua yaitu :
a.
Kenakalan semu
Kenakalan yang
dapat disebut kenakalan semu merupakan tingkah laku yang dalam bahasa
sehari-harinya disebut kenakalan dan dinyatakan keterlaluan,tetapi sebenarnya
masih terletak dalam batas-batas normal. Hanya dalam kenakalan semu ini maka
yang dilampaui adalah batas kesabaran orangtua, batas sensitifitas orang yang
memberi penilaian itu justru hanya keterbatasan dalam hal pengetahuan mengenai
anak-anak pada umumnyalah yang menyebabkan timbulnya kekesalan, kekhawatiran
dan kemarahan terhadap anak yang bertingkahlaku nakal itu.
b.
Kenakalan sebenarnya
Kenakalan – kenakalan
sebenarnya merupakan tingkahlaku yang melanggar nilai-nilai sosial dan
nilai-nilai sehingga merugikan diri sendiri ataupun merugikan orang lain.
Tingkahlaku-tingkahlaku ini sering mengkhawatirkan dan menimbulkan kegelisahan
orang tua.[37]
Dari
pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecenderungan kenakalan
remaja adalah kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan
yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri
maupun orang lain yang dilakukan remaja di bawah umur 17 tahun.
2. Jenis-Jenis Kenakalan
Bentuk-bentuk
kenakalan remaja dalam hal ini berhubungan dengan keberadaan kenakalan remaja
itu sendiri, bahwa kenakalan remaja itu tidak mungkin dilakukan dalam proses
hampa, Sehubungan dengan hal tersebut, maka dikenal berbagai pembagian
kenakalan remaja ini berdasarkan pendapat para ahli, bahwa pengelompokan
kenakalan tersebut dalam berbagai tipe, antara lain:
1.
Delinkuensi Individual
Delinkuensi
individual lebih ditekankan pada kondisi pribadi pelaku. Kelompok kenakalan
jenis ini banyak dilakukan oleh mereka yang mempunyai kelainan jasmaniah dan
mental yang dibawa sejak lahir.
2.
Delinkuensi situasional
Kenakalan tipe ini
dilakukan oleh anak yang yang normal, tetapi banyak dipengaruhi oleh berbagai
kekuatan situasional, stimuli sosial dan tekanan lingkungan yang kesemuanya
memberikan pengaruh menekan-memaksa
pada pembentukan perilaku buruk.
3.
Delinkuensi sistematik
Delinkuensi
sistematik di sini berkaitan dengan kejahatan anak-anak remaja yang
disitematisir dalam bentuk suatu organisasi, yaitu gang. Kumpulan tingkah laku delinkuen yang disitematisir itu
disertai pengaturan, status formal, peranan tertentu, nilai-nilai rite-rite, norma-norma, rasa kebanggaan,
dan moral delinkuen yang berbeda dengan yang umum berlaku.
4.
Delinkuensi kumulatif
Status sosial dan
kondisi kultural buruk yang mempengaruhi terus menerus dan berlangsung berulang
kali dapat menginsentifkan perbuatan jahat remaja, sehingga kumulatif sifatnya,
yaitu terdapat di mana-mana, tidak hanya di ibu kota negara saja, tetapi sampai
di daerah pinggiran.[38]
Kenakalan remaja
menjadi empat jenis yaitu :
1.
Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain
: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.
2.
Kenakalan yang menimbulkan korban materi : perusakan,
pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain.
3.
Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak
orang lain : pelacuran, penyalahgunaan. Di Indonesia mungkin dapat juga
dimasukkan hubungan seks sebelum menikah dalam jenis ini.
4.
Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari
status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua
dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah meraka, dan sebagainya.[39]
Jenis – jenis
kenakalan remaja dalam beberapa keadaan, adalah:
a.
Neurotic
delinquency
Remaja bersifat pemalu, terlalu
perasa, suka menyendiri, gelisah dan mengalami perasan rendah diri. Mereka
mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu kenakalan seperti mencuri dan
melakukan tindkan yang agresif secara tiba – tiba tanpa alasan karena dikuasai
khayalan dan fantasi sendiri
b.
Unsocialized
delinguent
Suatu sikap yang melawan kekuasaan
seseorang, suka bermusuhan dan pendendam, tidak pernah merasa salah dan tidak
pula menyesali perbuatan yang telah dilakukan.
c.
Pseudo social
delinguent
Remaja yang mempunyai loyalitas yang
tinggi terhadap kelompok sehingga sikap – sikapnya tampak patuh, setia dan
kesetiakawanan yang baik, sehingga jika melakukan tindakan kenakalan bukan atas
dasar kesadaran sendiri.[40]
Dari beberapa
jenis kenakalan pada remaja diatas, maka dapat disimpulkan bahwa semuanya
menimbulkan dampak negatif yang tidak baik bagi dirinya sendiri dan orang lain,
serta lingkungan sekitarnya. Adapun aspek-aspeknya terdiri dari aspek perilaku
yang melanggar aturan dan status, perilaku yang membahayakan diri sendiri dan
orang lain, perilaku yang mengakibatkan korban materi, dan perilaku yang
mengakibatkan korban fisik.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kenakalan
Dalam kenyataan,
banyak sekali faktor yang menyebabkan kenakalan remaja maupun kelainan perilaku
remaja pada umumnya. Berbagai teori yang mencaoba mejelaskan penyebab kenakalan
remaja, dapat digolongkan sebagai berikut :
1)
Rational choice
: teori ini mengutamakan faktor individu daripada faktor lingkungan. Kenakalan
yang dilakukannya adalah atas pilihan, interes, motivasi atau kemauannya
sendiri.
2)
Social
disorganization : kaum positivis pada umumnya lebih mengutamakan faktor
budaya. Yang menyebabkan kenakalan remaja adalah berkurangnya atau
menghilangnya pranata-pranata masyarakat selama ini menjaga keseimbangan atau
harmoni dalam masyarakat.
3)
Strain : pada
teori ini disimpulkan bahwa tekanan yang besar dalam masyarakat, misalnya
kemiskinan, menyebabkan sebagian dari anggota masyarakat yang memilih jalan rellibion melakukan kejahatan atau
kenakalan remaja.
4)
Differential
association : menurut teori ini, kenakalan remaja adalah akibat salah
pergaulan.
5)
Labeling :
ada pendapat yang menyatakan bahwa anak nakal selalu dianggap atau dicap
(diberi label) nakal. Di Indonesia, banyak orang tua (khususnya ibu-ibu) yang
ingin berbasa-basi dengan tamunya, sehingga ketika anaknya muncul di ruang
tamu, ia mengatakan pada tamunya, “ini loh, mbakyu, anak sulung saya. Badannya
saja yang tinggi, tetapi nakalnya bukan main”. Kalau terlalu sering anak diberi
label nakal seperti itu, maka ia akan betul-betul menjadi nakal.
6)
Male phenomenon :
teori ini percaya bahwa anak laki-laki lebih nakal daripada perempuan.[41]
Kenakalan remaja adalah suatu penyesuaian diri
yaitu respon yang dipelajari
terhadap situasi lingkungan yang tidak cocok atau lingkungan yang memusuhinya. Kenakalan remaja
dapat disebabkan oleh:
1.
Identitas
diri yang negatif
2.
Kontrol diri
yang rendah
3.
Pengaruh
pengawasan orangtua yang rendah
4.
Pengaruh
ketahanan diri yang rendah
5.
Kualitas
lingkungan sekitar tempat tinggal[42]
Mungkin timbulnya,
kenakalan remaja, bukan karena murni dari dalam remaja itu sendiri, tetapi
mungkin kenakalan itu merupakan efek samping dari hal-hal yang tidak dapat
ditanggulanggi oleh remaja dalam keluarganya. Bahkan orang tua sendiri pun
tidak mampu mengatasinya, akibatnya remaja menjadi korban dari keadaan
keluarga. Faktor-faktor terjadinya kenakalan remaja antara lain :
1.
Kondisi keluarga yang berantakan (Broken Home);
2.
Kurangnya perhatian dan kasih-sayang dari orang tua;
3.
Status sosial ekonomi orang tua rendah;
4.
Penerapan disiplin keluarga yang tidak tepat.[43]
Berdasarkan pendapat para
ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling berperan
menyebabkan timbulnya kecenderungan kenakalan remaja adalah faktor keluarga
yang kurang harmonis dan faktor lingkungan terutama teman sebaya yang kurang
baik, karena pada masa ini remaja mulai bergerak meninggalkan rumah dan menuju
teman sebaya, sehingga minat, nilai, dan norma yang ditanamkan oleh kelompok
lebih menentukan perilaku remaja dibandingkan dengan norma, nilai yang ada
dalam keluarga dan masyarakat.
4. Cara Mengatasi Kenakalan
Betapa pentingnya
pendidikan moral bagi anak-anak kita, dan betapa pula besarnya bahya yang
terjadi akibat kurangnya moral itu, serta telah kita ketahui pula faktor yang
menimbulkan kemorosotan moral di tanah air kita belakangan ini, maka perlu
kiranya kita mencari jalan yang dapat mengantarkan kita kepada terjaminnya
moral anak kita yang kita harapkan menjadi warga negara yang cinta akan bangsa
dan tanah airnya, dapat menciptakan dan memelihara ketentraman dan kebahagiaan
masyarakat dan bangsa di kemudian hari.
Untuk itu
pendidikan moral harus diintensifkan dan perlu dilaksanakan
serentak di rumah tangga, sekolah dan masyarakat.
1.
Pendidikan moral dalam rumah tangga.
Orang tua harus memperhatikan
pendidikan moral serta tingkah laku anak-anaknya, justru pendidikan yang
diterima si anak dari orang tuanyalah yang akan menjadi dasar dari pembinaan
mental dan moralnya.
2.
Pendidikan moral dalam sekolah.
Hendaknya dapat diusahakan supaya
sekolah menjadi lapangan yang baik bagi penumbuhan dan pengembangan mental dan
moral anak didik, di samping tempat pemberian pengetahuan, pendidikan
keterampilan dan pengembangan bakat dan kecerdasan.
3.
Pendidikan moral dalam masyarakat.
Sebelum menghadapi pendidikan anak,
maka masyarakat yang telah rusak moralnya itu segera perlu diperbaiki mulai
dari diri, keluarga, dan orang terdekat pada kita. Karena kerusakan masyarakat
itu sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan moral anak.[44]
Kenakalan-kenakalan
yang dilakukan remaja oleh anak-anak dan remaja seyogyanya diupayakan
penanggulangannya secara sungguh-sungguh, dalam arti penanggulangan yang
setuntas-tuntasnya, Upaya ini merupakan aktivitas yang pelik apabila ditinjau
secara intergral, akan tetapi apabila ditinjau secara terpisah-pisah maka upaya
ini merupakan kegiatan yang harus dilakukan secara professional yang menuntut
ketekunan dan berkesinambungan dari satu kondisi menuju kondisi yang lain.
Langkah perdana
dalam upaya kompleks ini dapat dilakukan dengan memberi penjelasan secara luas
dan rinci kepada anak-anak remaja tentang beberapa aspek yuridis yang relevan
dengan perbuatan-perbuatan nakal yang kerap kali mereka lakukan. Dengan
demikian, anak-anak remaja akan dapat memiliki pemahaman/pengertian,
penghayatan dan perilaku hukum yang sehat.
Disamping aspek
kesadaran hukum, ada aspek lain yang membimbing kaum remaja untuk dapat menjadi
anggota masyarakat dengan perilaku yang positif. Ditinjau dari aspek
sosiologis, anak remaja dituntut secara moral memiliki rasa solidaritas yang
tebal sehingga mereka merasa ikut memiliki kehidupan sosial dan ikut
bertanggung jawab atas keamanan, ketertiban, ketentraman, dan kedamaian dalam
kelangsungan hidup kelompok sosialnya.
Langkah-langkah
positif tersebut memerlukan partisipasi banyak pihak agar manfaat maksimal
dapat tercapai. Upaya preventif dan upaya-upaya lain yang relevan perlu
keikutsertaan masyarakat agar penyebarluasannya dapat mencapai sebagaian
terbesar anggota masyarakat, khususnya anak-anak remaja. Dalam lingkungan
keluarga, tugas pembinaan dan pembentukan kondisi yang berdampak positif bagi
perkembangan mental anak sebagian besar menjadi tanggung jawab orang tua. Pihak
lain yang ikut bertanggung jawab dalam proses pembinaan anak remaja adalah para
pendidik di sekolah. Pembinaan ini dilakukan secara formal dalam proses belajar
mengajar.[45]
Dari penjelasan
diatas mengenai cara mengatasi kenakalan remaja, maka dapat disimpulkan bahwa
hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi kenakalan remaja adalah luangkan
waktu bersama mereka, berikan teladan yang baik kepada mereka, berikan
cita-cita pada mereka, rencanakan banyak kegiatan untuk mereka, disiplinkan mereka,
dan ajari mereka tentang agama.
[1] http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id diunduh pada hari Minggu, 25 September 2011,
pada pukul 20.34 WIB
[2] Tim
Dosen PPB FIP UNY, Bimbingan dan
Konseling Sekolah Menengah, Yogyakarta: UNY Press, 1993, h.7
[3] Anas
Salahudin, Bimbingan dan Konseling,
Bandung; Pustaka Setia, 2010, h. 15
[4] Syamsu
Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, Landasan
Bimbingan dan Konseling, Bandung; Remaja Rosadakarya, 2008, h. 6
[5] Haleen, Bimbingan dan Konseling, Jakarta;
Ciputat Pers, 2002 ,h. 3
[6] H.M. Arifin dan Etty Kartikawati, Materi Pokok Bimbingan dan Konseling,
Jakarta : Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995, h. 5
[7] I. Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Konseling di Sekolah (Guidance & Counseling), Bandung :
CV. Ilmu, 1975, h. 29
[8] Koestoer
Partowisastro, Bimbingan dan Penyuluhan
di Sekolah-Sekolah Jilid II,
Jakarta; Erlangga, 1987, h. 15
[9] Anas
Salihudin, Bimbingan Konseling, Bandung
: Pustaka Setia, 2010, h. 16
[10]
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di
Sekolah dan Madrasah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007, h. 26
[11] Elfi
Mu’awanah dan Rifa Hidayah, Bimbingan dan
Konseling Islami, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, h. 80
[12] Syamsu
Yusuf dan A. Jutinka Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, Bandung:
PT. Remeja Rosdakarya, 2010, h. 20
[13] Yusuf
Gunawan, Bimbingan dan Konseling,
Jakarta : Prenhallindo, 2001, h. 46
[14]
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di
Sekolah dan Madrasah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007, h. 36
[15]
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-Dasar
Bimbingan dan Konseling, Jakarta :Rineka Cipta, 2004, h. 114
[16] Yusuf
Gunawan, Bimbingan dan Konseling,
Jakarta : Prenhallindo, 2001, h. 41
[17] H.M. Arifin dan Etty Kartikawati, Materi Pokok Bimbingan dan Konseling,
Jakarta : Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1995, h. 38
[18]
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di
Sekolah dan Madrasah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007, h. 70
[19] Bimo
Walgito, Bimbingan dan Konseling di Sekolah,
Yoygakarta : ANDI, 2004, h. 29
[20] Tim
Dosen PPB FIP UNY, Bimbingan dan
Konseling Sekolah Menengah, Yogyakarta: UNY Press, 1993, h. 13
[21] Hallen,
Bimbingan dan Konseling, Jakarta :
Ciputat Press, 2002, h. 59
[22] Sugiyo,
dkk., Bimbingan dan Konseling di Sekolah,
Semarang: FIP IKIP Semarang, 1987, h. 14
[23] Afifudin, Bimbingan
dan Konseling, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2010, h. 198
[24] Elfi Mu’awanah
dan Rifa Hidayah, Bimbingan dan Konseling
Islami, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, h. 142
[25] Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Yoygakarta : ANDI, 2004, h. 40
[26]
Sadirman, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar.
Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001 h. 142
[27] Moh.
Surya dan Rochman Natawidjaja, Pengantar
Bimbingan dan Penyuluhan, Jakarta : Universitas Terbuka, Depdikbud. 2004,
h. 141
[28] I. Djumhur dan Moh. Surya, Bimbingan dan Konseling di Sekolah (Guidance & Counseling), Bandung :
CV. Ilmu, 1975, h. 127
[29] Bimo Walgito,
Bimbingan dan Konseling di Sekolah,
Yoygakarta : ANDI, 2004, h. 36
[30]
Slameto, Bimbingan di Sekolah,
Jakarta: Bina Akasara, h. 29
[31] Anas
Salahudin, Bimbingan dan Konseling, Bandung : CV. Pustaka Setia, 2010, h. 95
[32] Nana Syaoidah
Sukmadinata, Bimbingan dan Konseling
dalam Praktek, Bandung : Maestro, 2007, h. 91
[33]
Afifudin, Bimbingan dan Konseling,
Bandung : CV. Pustaka Setia, 2010, h.148
[34] http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id diunduh pada hari Minggu, 25 September 2011,
pada pukul 20.34 WIB
[35] Sarlito W.
Sarwono, Psikologi Remaja, Jakarta :
PT RajaGrafindo Persada, 2010, h. 251
[36] Soenarjati,
Anang Priyanto dan Suripno, Kriminologi
dan Kenakalan Remaja, Jakarta : Universitas Terbuka, 2097, h. 6.25
[38]
Soenarjati, Anang Priyanto dan Suripno, Kriminologi
dan Kenakalan Remaja, Jakarta : Universitas Terbuka, 2097, h. 6.24
[39] Sarlito
W. Sarwono, Psikologi Remaja, Jakarta
: PT RajaGrafindo Persada, 2010, h. 256
[40] Hasan
Basri, Remaja Berkualitas, Probelamtika
Remaja dan Solusinya, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 1997, h. 16
[41] Sarlito
W. Sarwono, Psikologi Remaja, Jakarta
: PT RajaGrafindo Persada, 2010, h. 255
[42] Sri
Esti W. Djiwandon, Psikologi Pendidikan,
Jakarta; Gramedia, 2004, h. 112
[43] Agoes
Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja,
Bogor : Ghalia Indonesia, 2004, h. 109
[44] Zakiah
Daradjat, Membina Nilai-Nilai Moral di
Indonesia, Jakarta : Bulan Bintang, h. 19
No comments:
Post a Comment