Showing posts with label AGAMA. Show all posts
Showing posts with label AGAMA. Show all posts

Monday, 3 March 2014

Tinggi Nabi Adam dan Semua Orang yang Masuk Surga adalah 60 Hasta

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. : Nabi Saw bersabda, “Dahulu Allah mencipta Adam as yang tingginya enam puluh hasta (tangan kalian) kemudian berfirman ; “pergilah kamu dan berilah salam kepada mereka para malaikat dan dengarkanlah bagaimana mereka menjawab salam penghormatan kepadamu dan juga salam penghormatan dari anak keturunanmu”. Maka Adam menyampaikan salam “assalamu alaikum” (salam sejahtera untuk kalian). Mereka menjawab ; “as salammualaika wa rahmatullah” (salam sejahtera dan rahmat Allah buat kamu). Mereka menambahkan kalimat wa rahmatullah”. Nanti setiap orang yang masuk surga bentuknya seperti Adam as dan manusia terus saja berkurang (tingginya) sampai sekarang”. Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. : Nabi Saw bersabda, “rombongan pertama yang masuk surga, rupa mereka seperti bentuk bulan saat purnama kemudian diikuti oleh rombongan berikutnya yang rupanya bagaikan bintang-bintang yang bercahaya di langit. Mereka tidak akan pernah membuang air besar didalamnya, tidak kencing, tidak meludah dan tidak pula beringus. Sisir mereka terbuat dari emas, keringat mereka seharum minyak misik dan tempat perapian mereka terbuat dari kayu cendana yang sedemikian wangi. Istri-istri mereka adalah bidadari yang dicipta secara bersamaan, bentuk (tingginya) seperti kakek moyang mereka Adam as, yang tingginya enam puluh hasta yang menjulang ke langit.”

Pengertian, Jenis, dan Golongan Penerima Zakat serta Ruang Lingkupnya

1. Pengertian Zakat Istilah zakat berasal dari kata Arab yang berarti suci atau kesucian, atau arti lain yaitu keberkahan. Menurut istilah Agama Islam zakat adalah ukuran/kadar harta tertentu yang harus dikeluarkan oleh pemiliknya untuk diserahkan kepada golongan/orang-orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. Jadii seorang muslim yang telah memiliki harta dengan jumlah tertentu (nisab) sesuai dengan ketentuan dan waktu tertentu (haul) yaitu satu tahun, wajib mengeluarkan zakatnya. Oleh sebab itu Hukum dari melaksanakan zakat adalah Fardhu Ain (wajib bagi setiap orang) bagi oarang yang mampu. Adapun Tujuan zakat adalah sebagaimana firman Allah dalam surat at- Taubah ayat 103 : خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُ هُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ اِنَّ صَلَوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ (التوبة: ١٠٣) Artinya : Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. Jadi tujuan Allah memerintahkan umat Islam untuk membayar zakat adalah agar harta yang dimilikinya menjadi bersih dan suci. Karena kalau tidak dibayarkan zakatnya, harta yang dimiliki menjadi kotor dan haram karena tercampur hak orang lain yang dititipkan kepada orang yang berhak mengeluarkan zakat. Allah berfirman dalam surah az-Zariyat ( Q.S. 51 ) ayat 19 : وَفِيْ اَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّآئِلِ وَالْمَحْرُوْمِ (الذاريت: ١٩) Artinya : Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta, dan orang miskin yang tidak meminta. (Q.S. Az-Zariyat: 2. Macam-macam Zakat Zakat dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam yaitu : a. Zakat Fitrah Zakat fitrah juga disebut zakat jiwa yaitu setiap jiwa/orang yang beragama Islam harus memberikan harta yang berupa makanan pokok kepada orang yang berhak menerimanya, dan dikeluarkan pada bulan Ramadhan sampai dengan sebelum shalat Idul Fitri pada bulan Syawal b. Zakat Maal Zakat Maal juga disebut zakat harta yaitu kewajiban umat Islam yang memiliki harta benda tertentu untuk diberikan kepada yang berhak sesuai dengan ketentuan nisab (ukuran banyaknya) dan dalam jangka waktu tertentu. Penjelasan rinci mengenai Zakat Fitrah akan dibahas pada bab berikutnya. Dibawah ini kami jelasan kedua macam zakat tersebut: a. Zakat Fitrah Zakat Fitrah merupakan salah satu bagian dari zakat, dimana kewajibannya dibebankan kepada semua orang yang beragama Islam, baik yang baru lahir sampai yang sakaratul maut. Jadi siapapun baik kaya, miskin, laki-laki maupun perempuan, tua, muda maupun bayi, semuanya harus membayar zakat fitrah. Mengapa disebut Zakat Fitrah? karena fitrah berarti suci, sehingga tujuan kegiatan itu untuk mensucikan setiap jiwa seorang muslim pada setiap tahunnya. Ketentuan bagi orang yang wajib membayar zakat fitrah (Muzaki) adalah : a. Orang tersebut beragama Islam b. Orang tersebut, ketika sebelum matahari terbit pada Hari Raya Idul Fitri masih hidup (yang baru lahir maupun dalam sakaratul maut) c. Orang tersebut pada waktu itu mampu menafkahi dirinya dan keluarganya d. Orang yang tidak berada di bawah tanggung jawab orang lain Untuk lebih jelasnya kita perhatikan hadis dari Rasulullah berikut : فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِطُهْرَةً لِلصَّائِمِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَا كِيْنِ, فَمَنْ اَدَّاهَاقَبْلَ الصَّلاِةِفَهِيَ زَكَاةٌمَقْبُوْلَة,ٌ وَمَنْ اَدَّاهَابَعْدَ الصَّلاَةِفَهِيَ صَدَ قَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ (رواه أبوداودوابن ماجه) Artinya : Rasulullah saw. mewajibkan zakat fitrah untuk membersihkan orang yang berpuasa dari hal-hal yang tidak bermanfaat, kata-kata kotor, dan memberi makan orang-orang miskin. Barang siapa mengeluarkannya sebelum shalat Idul Fitri , zakatnya diterima , dan barang siapa yang mengeluarkannya setelah shalat idul fitri, hal itu merupakan salah satu dari sedekah (Hadits Riwayat Abu Dawud dari Ibnu Abbas ) Sekarang kita pelajari apakah yang dapat kita berikan dalam zakat fitrah ini? Berikut hadis Rasulullah mengenai hal ini : عَنِ ابْنِ عُمَرَاَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَا ةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى النَّاسِ صَا عًامِنْ تَمَرٍاَوْصَاعًامِنْ شَعِيْرٍ عَلَى كُلِّ حُرِّ اَوْ عَبْدٍ ذَكِرٍاَوْاُنْثَى مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ (رواه البخا رى ومسلم) Artinya : Dari Ibnu Umar bahwasannya, Rasulullah saw. mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadlan kepada semua orang Islam, orang yang merdeka, atau hamba sahaya laki-laki atau perempuan, sebanyak 1 sha’ (3,1 liter) kurma atau gandum.(HR.Muslim:1635) Jadi jelaslah bagi kita dari hadits Rasulullah di atas apa yang harus diberikan dari kewajiban zakat fitrah ini, yaitu gandum atau tamar ataupun makanan pokok pada suatu daerah tertentu seperti beras di Indonesia pada umumnya, jagung di Madura, sagu di Paupua dan lain-lain. Kemudian banyaknya yang harus kita berikan perorang/jiwa sebanyak 3,1 Liter atau sekitar 2,5 Kg dan hanya diberikan dalam setahun sekali. Melihat ketentuan yang harus diberikan adalah makanan pokok berarti pemberian lain tidak diperkenankan seperti memberikan suatu benda elektronik, baju, kendaraan bahkan uang atau yang lainnya. b. Zakat Maal Zakat Maal memang berbeda dengan zakat fitrah. Zakat fitrah hanya diberikan dalam setahun sekali yaitu sebelum salat Idul fitri dan dengan jumlah yang sama setiap jiwanya yaitu 2,5 kg atau 3,1 liter beras (makanan pokok) tetapi ketentuan zakat maal berbeda-beda jumlahnya, antara satu benda dengan benda yang lainnya. Zakat maal yaitu kewajiban umat Islam yang memiliki harta benda tertetu untuk memberikan kepada yang berhak sesuai dengan ketentuan nisab (ukuran banyaknya) dan dalam jangka waktu tertentu. Dalam hadits Rasulullah menjelaskan sebagai berikut : اِنَّ اللهَ فَرَضَ عَلَ اَغْنِيَاءِاْلْمُسْلِمِيْنَ فِيْ اَمْوَالِهِمْ يَقُوْ لُ الَّذِيْ يَسَعُ فُقَرَاءهُمْ وَلَمْ يَجْهَدُ الْفُقَرَاءُاِذَاجَائُوْااوْغُرُوْااِلاَّبِمَا يَصْنَعُ اَغْنِيَا ئُوْ هُمْ اِلاَّوَاِنَّ اللهَ يُحَا سِبُهُمُ حِسَا بًا شَدِيْدًاوِيُعَذِّبُهُمْ عَذَابًااَلِيْمًا (رواه الطبراني) Artinya : Sesungguhnya Allah mewajibkan zakat pada harta orang-orang kaya dari kaum muslimin sejumlah yang dapat melapangi orang-orang miskin di antara mereka. Fakir miskin itu tiadalah menderita menghadapi kelaparan dan kesulitan sandang, kecuali perbuatan golongan orang kaya. Ingatkan Allah akan mengadili mereka nanti secara tegas dan menyiksa mereka dengan pedih ( Hadis Riwayat at-Tabrani ) Sekarang perhatikan firman Allah swt. berikut, yang termuat dalam al-Quran surat at-Taubah/9 : ayat 103. خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُ هُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا ...(التوبة: ١٠٣) Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, untuk membersihkan dan mensucikan mereka ( Q.S at.Taubah/9 : Ayat 103 ) Allah hanya mewajibkan kepada kaum muslim yang kaya saja untuk melaksanakan zakat maal itu, hal ini menunjukkan bahwa ketentuan agama Islam tidak memberatkan bagi umat Islam yang kurang mampu. Adapun tujuan daripada zakat maal adalah untuk membersihkan dan mensucikan harta benda mereka dari hak-hak kaum miskin diantara umat Islam. Allah berfirman dalam surah az-Zariyat/51 : ayat 19 : وَفِيْ اَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّآئِلِ وَالْمَحْرُوْمِ (الذاريت: ١٩) Artinya : Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta, dan orang miskin yang tidak meminta. Ketentuan-Ketentuan Zakat Maal Dari pengertian zakat maal yaitu kewajiban umat Islam yang memiliki harta benda tertetu untuk memberikan kepada yang berhak sesuai dengan ketentuan nisab (ukuran banyaknya) dan dalam jangka waktu tertentu, Hal diatas menimbulkan pertanyaan, apakah setiap umat islam wajib mengeluarkan zakat maal ini? Apakah setiap harta yang kita miliki harus dizakati? Apakah yang dimaksud dengan ukuran banyaknya harta/nisab itu? Apakah yang dimaksud dengan jangka waktu tertentu/haul itu? Adapaun harta benda yag wajib dizakati adalah : 1) Binatang ternak ( zakat An’am ) Binatang ternak yang wajib dizakati adalah : a) Unta Jumlah peling sedikit yang harus dizakati bagi yang memiliki unta adalah 5 unta dan kelipatannya dengan zakat seekor kambing dan kelipatannya. Pelpembelajaranilah tabel berikut : No Jumlah unta Jumlah zakat Usia 1. 2 3 4 5 6 5-9 unta 10-14 unta 15-19 unta 20-24 unta 25-35 unta Dan seterusnya 1 ekor kambing 2 ekor kambing 3 ekor kambing 4 ekor kambing 1 ekor unta 2 tahun lebih 2 tahun lebih 2 tahunlebih 2 tahun lebih 1 tahun lebih Contoh : · Pak Karta memiliki unta 6 ekor dan kepemilikannya lebih dari 1 tahun, maka pak Karta wajib berzakat 1 ekor kambing usia 2 tahun lebih. · Pak Husen memiliki unta 21 ekor dan kepemilikannya lebih dari 1 tahun, pak Husen wajib mengeluarkan zakat 4 ekor kambing. b) Sapi/Kerbau Jumlah minimal seseorang wajib mengeluarkan zakat sapi/kerbau yang kepemilikannya lebih dari 1 tahun adalah 30 sapi, maka wajib mengeluarkan zakat 1 ekor sapi/kerbau usia 1 tahun. Lihat tabel berikut : No Jumlah Sapi/Kerbau Zakat yang harus dikeluarkan Usia 1 2 3 4 5 30 - 39 ekor sapi/kerbau 40-59 ekor sapi/kerbau 60-69 ekor sapi/kerbau 70-79 ekor sapi/kerbau Dan seterusnya 1 ekor sapi/kerbau 1 ekor sapi/kerbau 2 ekor sapi/kerbau 2 ekor sapi/kerbau 1 tahun 2 tahun 1 tahun 2 tahun c) Kambing/domba Jumlah minimal kepemilikan kambing yang harus dizakati adalah 40 ekor dengan zakat 1 ekor kambing dengan usia 2 tahun lebih atau domba dengan usia 1. lebih jelasnya lihat daftar berikut : No Jumlah kambing/domba Jumlah zakat Usia 1 40-120 ekor kambing/domba 1 kambing 1 domba betina 2 tahun lebih 1 tahun lebih 2 121-200 ekor Kambing/domba 2 ekor kambing 2 domba betina 2 tahun lebih 1 tahun lebih 3 Dan seterusnya d) Unggas Untuk ketentuan zakat unggas ini disamakan dengan batas nisab emas yaitu 93,6 gram. Jika harga emas Rp. 65.000/gram maka emas 93,6 gr x Rp. 65.000 = Rp. 6.084.000,00. Apabila seseorang memiliki usaha unggas dalam satu tahunnya memiliki keuntungan Rp. 6.084.000,00 maka yang bersangkutan telah wajib membayar zakat 2,5 % dari total keuntungan selama 1 tahun. Contoh : Pak Irfan memiliki usaha ayam potong 4.000 ekor. Setiap penjualan memiliki keuntungan rata-rata Rp. 2.000.000. dalam 1 tahun dapat menjual sebanyak 8 kali. Jadi total keuntungan dalam 1 tahun Rp. 16.000.000. Zakat yang dikeluarkan adalah Rp. 16.000.000 X 2,5 % = Rp. 400.000 2) Emas dan perak (zakat nuqud) Apabila kita memiliki emas yang dipakai untuk perhiasan sebagian besar ulama berpendapat tidaklah dizakati, emas yang dimaksud disini adalah emas yang disimpan untuk kekayaan maka wajib dikeluarkan. Adapun zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5 %. Nisab barang mewah ini sebesar 93,6 gram. Contoh : Ibu Siti Khotijah memiliki emas untuk simpanan seberat 250 gr dan dimiliki lebih dari 1 tahun, maka zakat yang harus dikeluarkan adalah: 250 grm X 2,5 % = 6,25 grm 3) Harta perniagaan/perusahaan/perdagangan ( Zakat Tijarah) Nisab harta dagangan ini disamakan dengan kekayaan emas seberat 93,6 grm, apabila seseorang dalam berdagang selama satu tahun keuntungannya minimal seharga emas 93,6 gram maka berdagang apapun seseorang telah wajib mengeluarkan 2,5 % 4) Hasil pertanian dan perkebunan ( zakat Zira’ah) Zakat hasil pertanian dan perkebunan ini apabila hasilnya minimal seharga emas 93,6 gram, Apabila hasilnya lebih dari itu maka petani wajib zakat dengan ketentuan. · Apabila pertanian airnya alami (tadah hujan ) atau sumber yang didapatkan dengan tidak mengeluarkan biaya maka zakatnya 20 %. · Apabila pertanian atau perkebunan irigáisi dan ada pengeluaran biaya untuk mendapatkan air tersebut maka zakat yang harus dikeluarkan adalan 5 % 5) Barang Temuan ( Zakat Rikaz) Yang dimaksud barang temuan/ rikaz adalah barang-barang berharga yang terpendam peninggalan orang-orang terdahulu. adapun jumlah nisabnya seharga emas 93,6 gram Bagi seseorang yang menemukan emas maka minimal nisabnya adalah 93,6 gram dan dizakati 20 % dari nilai emas tersebut.. Contoh : Pak Arman menemukan arca mini emas seberat 2 ons, maka zakat yang harus dkeluarkan adalah 2 x 20 %= 40 gram. Bila yang ditemukan perak maka nisabnya seberat 624 gram dan nilai zakatnya sama dengan emas yaitu 20 %. Siapa sajakah yang berhak menerima zakat ? Yang berhak menerima zakat tergolong menjadi 8 golongan/kelompok, seperti yang yang difirmankan Allah dalam surat at- Taubah ( Q.S.: 9 )ayat 60: اِنَّمَاالصَّدَقَتُ لِلْفُقَرَآءِ وَالْمَسَكِيْنِ وَالْعَامِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ فَرِيْضَةً مِّنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ (التوبة: ٦٠) Artinya : Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya ( muallaf), untuk (memerdekakan hamba sahaya), untuk membebaskan orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah, Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. Penjelasan dari ayat diatas yang menyebutkan tentang orang yang berhak menerima zakat diatas, dapat dirinci sebagai berikut : 1) Fakir ádalah orang yang tidak memiliki harta benda dan tidak memiliki pekerjaan untuk mencarinya 2) Miskin adalah orang yang memiliki harta tetapi hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya 3) Amil adalah orang yang mengelola pengumpulan dan pembagian zakat 4) Muallaf adalah orang yang masih lemah imannya karena baru mengenal dan menyatakan masuk Islam 5) Budak yaitu budak sahaya yang memiliki kesempatan untuk merdeka tetapi tidak memiliki harta benda untuk menebusnya. 6) Garim yaitu orang yang memiliki hutang banyak sedangkan dia tidak bisa melunasinya. 7) Fisabilillah adalah orang-orang yang berjuang di jalan Allah sedangkan dalam perjuangannya tidak mendapatkan gaji dari siapapu 8) Ibnu Sabil yaitu orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan, sehingga sangat membutuhkan bantuan Itulah gambaran dari zakat. Denagn memahami ruang lingkup zaka, mudah-mudahan dapat memperkuat keimanan kita untuk berzakat.

ISLAM DAN NKRI DALAM PERSPEKTIF SEJARAH

ISLAM DAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (NKRI) DALAM PERSPEKTIF SEJARAH

ISLAM DAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (NKRI) DALAM PERSPEKTIF SEJARAH
Oleh: Ribut Purwo Juono, S.Ag.,M.Pd.I


A.  PENDAHULUAN
Masa peralihan dari abad ke 19 ke abad 20 bukan hanya menjadi saksi dari semakin melekatnya identitas keislaman dengan identitas kebangsaan, tetapi juga menjadi saksi proses perumusan langkah-langkah baru menuju terbebasnya tanah air dari penjajahan bangsa asing. Penduduk di kepulauan ini tidak saja memerlukan jati diri, tetapi juga memerlukan simbol-simbol tertentu untuk menegaskan hasrat mereka yang hendak merdeka, bersatu dan berdaulat di tanah airnya sendiri. Sesudah mereka menemukan Islam sebagai jati diri, mereka mencari sebuah nama untuk kepulauan ini yang lebih terasa merajuk pada persatuan dan kesatuan, maka lahirlah nama Indonesia.[1]
Sebagaimana kita ketahui, selama bertahun-tahun, Dunia Barat dikuasai oleh kaum agamawan yang berpusat di Roma. Sebagian orang barat tidak menyetujui dominasi kekuasaan oleh kaum agamawan. Di bidang agama, gerakan protes terhadap dominasi kaum agamawan itu melahirkan Protestanianisme, dan sebagainya. Sedangkan di dunia politik sikap itu kemudian melahirkan gagasan pembentukan nation-state (negara bangsa). Akibat sampingan dari sikap tidak menyetujui dominasi kaum agamawan itu, memunculkan sikap anti agama di sementara kaum politisi barat. Selain itu alasan yang mengilhami munculnya semangat nasionalisme sebagai gerakan politik, juga adalah adanya peran negara yang sentralistik dengan sistem sekularisasi kehidupan dari hal yang irasional, pemaksaan pendidikan suatu jenis bahasa, melemahnya pengaruh kekuasaan gereja serta sekte, dan perkembangan kapitalisme serta industrialisasi telah turut memberi andil dalam menumbuhkan semangat kebangsaan. Inilah awal lahirnya nasionalisme modern.[2]
Gagasan kebangsaan itu kemudian menarik perhatian Soekarno (Bung Karno), seorang pemuda aktifis kemerdekaan yang terkenal gigih, bersama sejumlah pemimpin lain di Indonesia. Maka Bung Karno pun mengambil alih gagasan tersebut menjadi gagasan perjuangan di Indonesia yang kemudian dirumuskan menjadi nasionalisme Indonesia.[3]
Makalah ini akan membahas tentang peran umat Islam dalam merumuskan dasar Negara dan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta nasionalisme Islam Indonesia.

B.  NASIONALISME ISLAM, PANCASILA DAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA (NKRI)
Dalam Islam, gerakan nasionalisme berkembang seiring dengan meluasnya imperialisme bangsa eropa ke negara muslim. Terdapat dua isu besar yang mewarnai dunia muslim abad ke 19, ketika iprealisme mendominasi dunia muslim, tak terkecuali Indonesia yaitu bangkitnya gerakan kemerdekaan dan isu nasionalisme.
Ada dua bentuk nasionalisme yang berhadapan dan sering kali bersitegang pada masa awal pembentukan NKRI yaitu “ masyarakat terbuka” dan “masyarakat tertutup”. Masyarakat terbuka direpresentasikan dengan bentuk negara dengan sistem yang transparan tidak membedakan ras atau etnik, dan berbasis pada masyarakat politk serta kebebasan untuk menentukan nasib sendiri. Adapun masyarakat tertutup lebih menekankan bentuk negara otokrasi, membedakan ras dan etnis, serta terikat pada determinisme historis, yakni bahwa bentuk masyarakat ideal telah terbentuk di masa lalu.[4]
Bung karno, Dengan sikapnya yang apresiatif kepada Islam sebagai jati diri penduduk di kepulauan nusantara, merumuskan nasionalisme yang sama sekali berbeda dengan yang ada di barat yang cenderung sekuler (anti agama). Meskipun tetap berpegang kepada pendapat perlunya memisahkan agama dari negara, nasionalisme yang dirumuskan dan dikembangkan oleh Bung Karno dan yang kemudian menjadi nasionalisme Indonesia, mengambil bentuk menghormati agama.
Untuk menunjukkan kesungguhannya hendak memberi kemerdekaan kepada bangsa Indonesia, pada tanggal 1 Maret1945 Jepang membentuk Dokuritsu Zjubi Tjoosakai (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia-BPUPKI). Dalam melaksankan tugasnya , BPUPKI -- yang pada tanggal 7 Agustus 1945 mengubah namanya menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)- mengadakan dua kali sidang resmi dan satu kali sidang tidak resmi, yang seluruhnya berlangsung di Jakarata sebelum Jepang dikalahkan Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Sidang-sidang resmi diadakan untuk membahas masalah dasar negara, kewarganegaraan, serta rancangan Undang-undang Dasar, dipimpin langsung oleh ketua BPUPKI, Radjiman.
Sidang pertama berlangsung 28 Mei -1 juni 1945, membahas dasar negara. Sidang kedua berlangsung antara tanggal 10-17 juli 1945 membahas bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan Undang-undang dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan, pendidikan dan pengajaran.[5]
Dari 62 anggota BPUPKI itu, kemudian diambil sembilan orang yan dianggap mencerminkan aspirasi rakyat. Mereka ialah: Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr. A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdoel Kahar Moezakkir, H.Agus Salim, Mr. Achmad Soebardjo, A. Wachjd Hasjim, dan Mr. Muhammad Yamin. Kesembilan orang itulah, disebut Panitia Kecil atau Panitia Sembilan, yang kemudian merumuskan apa yang sekarang kita kenal sebagai Jakarta Charter atau Piagam Jakarta 22 Juni 1945 yang kontroversial itu.
Perumusan Piagam Jakarta menunjukkan sedemikian rupa bahwa keinginan orang Islam di Indonesia perlu dijamin identitasnya. Kewajiban mereka melaksanakan Syariat islam perlu dijamin secara konstitusioanal. Ini bukan berarti umat Islam menghendaki pemisahan, melainkan karena posisinya yang mayoritas itulah mereka memerlukan jaminan konstitusional dalam melaksanakan syariat agamanya. Hal ini dikarenakan melaksanakan syariat Islam itu merupakan kewajiban umat islam. Mendirikan negara tanpa ada jaminan terhadap kewajiban melaksanakan syariat, memberi kesan kurang kuatnya posisi konstitusional kita di negara ini. Lagi pula, dengan memberikan jaminan konstitusional kepada penduduk mayoritas, stabilitas negara yang akan dilahirkan pasti menjadi sangat lebih terjamin. Demikian argumentasi para pendukung penegakan Syariat Islam di Indonesia pada waktu itu.
Presiden Soekarno pada tanggal 10 November 1956 melantik para anggota Majelis Konstituante yang bertugas bersama-sama dengan pemerintah secepatnya menetapkan Undang-Undang dasar Republik Indonesia yang akan menggantikan Udang-Undang Dasar sementara.
Di Konstituante ini terjadi bagaimana tajamnya debat antara para pemimpin Indonesia kaliber nasional yang dengan penuh keyakinan mengemukakan pendiriannya masing-masing. Terlepas dari perbedaan-perbedaan yang sangat tajam, kita harus menghargai mereka oleh karena kesungguhan yang telah mereka lakukan. Dua pendapat akhirnya mengkristal dalam rapat konstituante, Pertama, Islam sebagai dasar negara yang didukung oleh murni kaum muslim, dan Pancasila sebagai Dasar Negara yang didukung oleh kaum Nasionalis yang terdiri dari kristen, katolik, Murba, komunis dan sebagian kaum muslim tentunya.[6]
Dalam hal ini kita mencatat tujuh peristiwa penting berkaitan dengan penemuan dan peneguhan kembali jati diri bangsa itu, yakni: (1) 1 juni 1945 ketika untuk pertama kalinya, dalam sidang BPUPKI, Bung Karno secara pribadi menawarkan lima rumusan yang kemudian dia beri nama Pancasila, (2)22 Juni 1945 ketika Panitia sembilan menyepakati piagam jakarta sebagai preambule UUD 1945 dengan memasukkan anak kalimat”…dengan kewajiban melaksanakan syari‟at Islam bagi para pemeluknya”. Anak kalimat tersebut oleh Panitia Sembilan dan rapat besar BPUPKI disepakati sebagai rumusan kompromi terbaik antara kaum nasionalis dan kalangan Islam, (3) 18 Agustus 1945 ketika anak kalimat “…dengan kewajiban melaksanakan syari‟at Islam bagi para pemeluknya” dicoret, (4) 6 Februari dan 15 Agustus 1950 dengan berlakunya Konstitusi RIS dan UUD Sementara tahun 1950 terjadi perubahan redaksional terhadap preambule UUD 1945 di sana-sini, (5) 5 Juli 1959, saat Piagam jakarta dinyatakan menjiwai dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan konstitusi, (6) 22 juli 1959 saat Dekrit Presiden disetujuai secara aklamasi oleh DPR hasil pemilihan umum 1955, dan (7) 5 Juli 1966 saat MPRS secara aklamasi meneguhkan kesepakatan DPR hasil pemilihan umum 1955 mengenai dekrit Presiden 5 juli 1959. Peristiwa terkahir itu, yang terjadi di awal Orde Baru, membuktikan bahwa Pancasila dan UUD 1945 yang dijiwai oleh Piagam Jakarta, memang telah diterima sebagai kenyataan oleh seluruh bangsa Indonesia.[7]
Pancasila adalah kesepakatan luhur antara semua golongan yang hidup di tanah air. Namun, sebagai sebuah kesepakatan, seluhur apapun, tidak akan banyak berfungsi jika tidak didudukkan dalam status yang jelas. Karenanya, kesepakatan luhur bangsa kita itu akhirnya dirumuskan sebagai ideologi bangsa dan falsafah negara. Ideologi bangsa, artinya setiap warga negara republik Indonesia terikat oleh ketentuan-ketentuannya yang sangat mendasar yang tertuang dalam kelima silanya yang terdapat dalam pembukaan UUD 45.
“…Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” [8]

Pandangan hidup dan sikap warga negara secara keseluruhan haruslah bertumpu pada pancasila sebagai keutuhan, bukan hanya masing-masing sila. Sedangkan sebagai falsafah negara, Pancasila berstatus sebagai kerangka berfikir yang harus diikuti dalam menyusun undang-undang dan produk-produk hukum yang lain, dalam merumuskan kebijakan pemerintah dan dalam mengatur hubungan formal antara lembaga-lembaga dan perorangan yang hidup dalam kawasan negara ini. Tata pikir seluruh bangsa ditentukan lingkupnya oleh sebuah falsafah yang harus terus menerus dijaga keberadaan dan konsistensinya oleh negara, agar kontinuitas pemikiran kenegaraan yang berkembang juga akan terjaga dengan baik.[9]
Nasionalisme yang tumbuh dari kalangan umat Islam terbentuk atas dorongan nilai islam yang menekankan kecintaan kepada negara yang dianggap sebagai bagian dari keimanan (Hubbul wathan min al-iman). Pada umumnya nasionalisme sebagai paham yang terkait dengan konsep negara bangsa (nation-state) menguat di negara muslim pada abad ke-20 yang kemudian mengantarkannya kepada kemerdekaan dari penjajahan. Akan tetapi dalam banyak kasus, nasionalisme yang berkembang di dunia muslim bukan lagi nasionalisme relegius tapi lebih pada nasionalisme sekuler.
Di Indonesia, nasionalisme Islam melahirkan Pancasila sebagai ideologi negara. Digantinya sila pertama Piagam Jakarta “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” pada sidang PPKI 18 Agustus 1945 merupakan bagian terpenting dari kesadaran nasionalisme umat Islam secara kolektif.
Mayoritas umat Islam Indonesia menilai tidak ada pertentangan antara Islam dan Pancasila. Namun demikian, tidak sedikit pula yang beranggapan bahwa Islam dan pancasila tidak dapat berdampingan sebagai ideologi dan keyakinan. Sebagian kelompok muslim yang coba mempertentangkan antara Pancasila dengan islam kiranya termasuk muslim yang tak mampu memahami ajaran pancasila secara utuh (kaffah). Bukankah sila-sila yang terangkum dalam Pancasila merupakan bagian dari ajaran-ajaran Islam, mulai dari nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, dan persaudaraan universal? Pancasila adalah falsafah negara Indonesia yang mencerminkan kondisi bangsa kita sangat plural, baik dari segi agama, suku, budaya, dan sebagainya.
Dari paparan di atas menjadi jelas bahwa antara Islam dan nasionalisme bukan sesuatu yang bertentangan. Nilai-nilai nasionalisme ada dalam ajaran Islam. Nasionalisme Islam tidak sebatas dilandasi oleh tanggung jawab sosial berbasis pada geografis dan etnis, melainkan lebih didasari pada keimananan dan kecintaan kepada sesama umat manusia. Terkait dengan bentuk negara Ibnu Taymiyyah berpendapat bahwa menegakkan negara merupakan keharusan doktrinal dan praktis, dan sesuai dengan pandangan klasik dari al-Asy‟ari beserta tokoh-tokoh lainnya. Menurutnya Allah telah membuat manfaat-manfaat agama dan manfaat dunia tergantung kepada para pemimpin, tidak perduli apakah Negara tersebut merupakan salah satu asas agama atau bukan. Ia tidak tertarik dengan institusi imamah (teokratis); ia hanya menginginkan supremasi agama. Baginya bentuk dan struktur pemerintahan tidak penting atau paling-paling merupakan hal yang sekunder baginya, yang terpenting adalah pelaksanaan syari’ah.[10] Secara teologis, bagi kaum muslimin, Islam sebagai agama dipandang sebagai sebuah perangkat sistem kehidupan yang komplek dan mumpuni dan diyakini merupakan mekanisme yang ampuh dalam menghadapi berbagai persoalan kehidupan yang dihadapi, karena sifat sakralitasnya yang kuat disebabkan ia berasal dari Tuhan, dan sempurna disebabkan karena ia merupakan risalah penutup bagi umat manusia. Universalitas Islam di atas akan berubah bentuknya ketika Islam sebagai agama dilihat dari sudut pandang sosiologis. Ada dua keadaan ketika pemaknaan terhadap Islam dilakukan, sehingga meniscayakannya turun pada tataran-tataran partikular dalam kehidupan seorang muslim. Pertama, perubahan zaman yang selalu ditandai dengan hal-hal yang belum terpikirkan sebelumnya. Kedua, perbedaan karakteristik tempat dimana Islam itu tumbuh. Kedua keadaan ini mutlak berimplikasi langsung pada tatanan sosial masing-masing masyarakat. Dapatlah dipahami bahwa penegakan atau penerapan syari’ah secara struktural tidaklah penting, namun yang lebih penting adalah substansi penerapan syari’ah itu di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Nasionalisme Islam Indonesia bermakna luas, tidak bersifat sektarian. Nasionalisme Islam Indonesia dilandaskan pada asas kebhinekaan. Karenanya, umat Islam yang berpandangan luas tentunya akan menerima Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila sebagai dasar negara. Hal demikian ini tentu saja tidak bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan dapat dikatakan sejalan dengan misi Rasulullah SAW sebagai rahmat bagi seluruh alam sebagaimana firman Allah yang tersebut dalam al-Qur’an Surat al-Anbiyaa’ 107 sebagai berikut:
وما أرسلناك إلاّ رحمة للعالمين   (الأنبياء  ١٠٧)
Dan tidaklah engkau (Muhammad) diutus kecuali agar menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (QS. al-Anbiyaa’ (21): 107).   

C.       KESIMPULAN
Secara historis perumusan Pancasila sebagai dasar negara maupun pembetukan Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak terlepas dari peran aktif yang sangat besar dari umat Islam. Perubahan sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa dengan menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya” menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan suatu bentuk toleransi dan kepedulian umat Islam yang sangat besar terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Nasionalisme yang tumbuh dari kalangan umat Islam terbentuk atas dorongan nilai islam yang menekankan kecintaan kepada negara yang dianggap sebagai bagian dari keimanan. Nasionalisme Islam Indonesia bermakna luas, tidak bersifat sektarian. Nasionalisme Islam Indonesia dilandaskan pada asas kebhinekaan. Tidak ada pertentangan antara Islam dan nasionalisme, bahkan nasionalisme itu sendiri merupakan bagian dari ajaran Islam.